Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menguji Insinuasi Matinya Demokrasi di Era Jokowi

29 November 2020   20:49 Diperbarui: 30 November 2020   03:47 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (foto: IG Anies)

Ketegasan Presiden Jokowi untuk menjaga arah tujuan pemerintah dalam melindungi segenap warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia tidak memenuhi indikator otorianisme. 

Banyak contoh otoritarianisme yang diuraikan oleh Levitsky dan Ziblatt dalam bukunya antara lain Chvez di Venezuela, pemimpin terpilih di Georgia, Hungaria, Nicaragua, Peru, Filipina, Polandia, Rusia, Sri Lanka, Turki, Ukraina, dan tentu saja Amerika Serikat. 

Presiden Jokowi jelas seorang pemimpin yang merakyat dan bersih, serta memiliki komitmen kuat untuk mejalankan agenda reformasi dalam brokrasi, hukum, dan politik. Kita bisa melihat terlalu banyak bukti baik foto ataupun video yang menunjukkan kedekatan Presiden Jokowi dengan rakyat.

Ketegasan pemimpin nasional yang memiliki karakter assertive tidak bisa disebut sebagai otoriter. 

Saya ingin mengutip halaman awal buku "How Democracies Die" yang berisi kutipan cerita dongeng Aesop : 

Pertengkaran terjadi antara Kuda dan Rusa, jadi Kuda mendatangi Pemburu untuk meminta bantuan membalas dendam kepada Rusa. Pemburu setuju tapi berkata: "Kalau kamu mau mengalahkan Rusa, kamu harus memperbolehkanku menempatkan sepotong besi ini di mulutmu, supaya aku bisa membimbingmu dengan kekang. Kamu juga harus memperbolehkan aku menaruh pelana di punggungmu supaya aku bisa duduk di sana selagi kita mengejar musuh." Kuda setuju dengan permintaan itu, dan Pemburu kemudian memasang kekang serta pelana. Lalu, dengan bantuan Pemburu, Kuda mengalahkan Rusa dan berkata kepada Pemburu: "Sekarang turunlah, dan lepaskan benda-benda ini dari mulut dan punggungku." "Jangan buru-buru, kawan," kata Pemburu. "Aku sekarang sudah mengendalikanmu dan lebih suka mempertahankanmu seperti sekarang. "
---"Kuda, Rusa, dan Pemburu", Dongeng Aesop

Dongeng tersebut memberi pembelajaran bagi kita, bagaimana suatu kelicikan akan mengendalikan satu sistem jika tidak diantisipasi secara dini dengan cara yang cerdas. Kita mesti waspada terhadap para "pemburu" yang seolah baik namun dikemudian hari berubah wataknya menjadi jahat dan otoriter. Karakter mana yang sebetulnya mencerminkan "Pemburu" perlu kita refleksikan dan pahami secara cerdas. (TA)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun