Mohon tunggu...
Tilarso -
Tilarso - Mohon Tunggu... karyawan swasta -

[saya suka puisi tapi kurang bisa berpuisi | saya gemar membaca cerpen tapi amat sukar menulis cerpen | apalagi menulis cerita panjang yang saya membacanya jarang]

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menulis Puisi Pun Butuh Nyali

20 November 2012   14:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:59 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

MENULIS puisi pun sejatinya memerlukan nyali. Lantaran puisi yang ditulisnya, tak jarang penulis menuai kritik, cemooh, bahkan hujatan dari pembaca, meski tetap ada yang memuji. Beragam reaksi muncul dari pembaca saat mendapati kekurangan pada puisi yang dibacanya.
Memang pada kenyataannya, tak jarang penulis yang "merasa takut" ketika hendak melahirkan puisi. Penulis merasa khawatir kalau-kalau puisi yang ditulisnya berpredikat buruk (baca: gagal). Maka tak sedikit penulis puisi yang memaksakan diri menulis puisi menggunakan kata-kata yang tak lazim dalam percakapan sehari-hari, dengan harapan puisi yang dihasilkan menjadi apik. Namun malah puisi tersebut kehilangan sifat kepuisiannya: luwes dan indah. Padahal setiap kata, termasuk kata-kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari, sangat dapat dimanfaatkan dalam penulisan puisi. Telah banyak puisi yang membawa sifat kepuisiannya, lahir dari pemanfaatan kata-kata yang biasa dipergunakan dalam percakapan sehari-hari.

Bila penulis mengukung diri dalam penggunaan kata-kata yang tak lazim, justru pengembangan dan pengayaan terhadap puisi akan terhambat. Setiap kata pada hakekatnya punya aura puitis bila pemanfaatan dan penempatannya tepat. Penyair-penyair besar malah lebih kerap memilih kata-kata lazim ketimbang kata-kata tak lazim pada puisi-puisi yang telah dilahirkannya. Misalnya puisi fenomenal karya Sitor Situmorang berjudul Malam Lebaranyang hanya sebaris: Bulan di atas kuburan. Dengan bantuan mesin pencarian, kita bisa menemukan lebih banyak lagi contoh puisi apik yang tak memanfaatkan kata-kata tak lazim, di jagat internet.

Menulis puisi sejatinya menuangkan kejujuran. Kejujuran yang muncul dari dalam pemikiran, baik karena berupa kejadian yang dialami sendiri, peristiwa yang dilihat, didengar, lalu dirasakan, maupun hasil imajinasi sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap sesuatu. Maka kejujuran itu akan murni sebagai kejujuran bila dituturkan secara mengalir tanpa disendat dengan kata-kata yang justru menghalangi keluarnya kejujuran yang akan ditangkap oleh pembaca. Ketrampilan penggunaan kata dalam berpuisi akan kian menyelaraskan diri bila penulis tekun mempertahankan gairah menulis dengan rajin membaca puisi karya penulis lain sembari terus melahirkan puisi-puisinya sendiri. Dengan begitu ketajaman naluri penggunaan kata akan terus terasah, yang pada gilirannya kata seolah keluar dengan sendirinya ketika penulis tengah membidani kelahiran puisinya.

Karena itu, mulailah menulis puisi dengan berani dan percaya diri. Manfaatkanlah jejaring sosial dan blog untuk memuplikasikan karya Anda tersebut untuk mendapatkan kritik dan saran, tapi Anda mesti bersiap diri untuk menerima kritik dan saran yang terkadang tak mengenakkan. Anggaplah kritik dan saran itu sebagai vitamin bahkan obat yang mesti dikonsumsi demi kesehatan puisi-puisi yang akan Anda lahirkan berikutnya. Bernyalilah menulis puisi dengan resiko dihujani kritik, cemooh, bahkan hujatan, sebab semua itu resiko dari sebuah kejujuran.
--0--

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun