Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tiada Yang Eksak, Diana

26 Januari 2017   02:02 Diperbarui: 27 Januari 2017   02:53 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Oxygenreviews

Ini bukan artikel serius. Beta buat untuk sedikit menyumbang respons pada artikel kompasianer belia, calon ilmuwan muda berbakat kita, Diana Lieur. Sepertinya Diana sedang resah, tiba-tiba merasa terasing dari masa depannya di tengah riuh kelas Fisika suatu siang. “Buat Apa Belajar llmu Eksak Di Sekolah Jika Tidak Dipakai Saat Kerja?” Diana tidak basa-basi, rumusan masalah sudah dia taruh sejak judul. Ia kemudian menjawab sendiri sebagian keresahan itu.

Demi menghormati Diana dan tentu saja Kompasiana, komunitas yang menempatkan blogger senior seperti Pak Tjiptadinata dan belia seperti Diana sama derajatnya, beta iseng menanggapi artikel Diana dengan sebuah artikel pula.

Karena bukan artikel serius, jangan terlalu percaya dengan isinya. Anggap saja sebuah cerpen atau puisi, yang pemaknaannya merupakan domain Anda, otoritas pembaca sekalian.

Apa ada yang eksak itu, yang pasti, yang sudah tentu dan tak berubah? 'Panta rhei', teriak Heraclitus ‘The Obscure’ dari tembok-tembok Ephesus di pantai Ionia. 'All things flow,' kata Alfred North Whitehead, seorang yang bermula sebagai matematikawan dan fisikawan dan berakhir sebagai filsuf. Hal ini pula yang terjadi dengan seluruh ilmu pengetahuan kecuali mungkin logika berhitung. Whitehead adalah guru Bertrand Russel, penerima nobel yang –seperti gurunya—juga seorang matimatikawan, sejarawan, penulis, tukang kritik sosial, sosialis, dan aktivis politik. Pasangan guru-murid inilah yang menulis Principia Mathematica pada 1910.

Adalah kebetulan yang menyenangkan bahwa Whitehead juga pakar pendidikan dan –kebetulan lagi— mengajukan pertanyaan yang hampir sama dengan yang diajukan Diana. "Knowledge does not keep any better than fish,” demikian salah satu pertanyaan populer Whitehead (The Aims of Education and Other Essay. 1967). Bagi Whitehead, pengetahuan itu sekedar sampah jika semata-mata potongan-potongan lepas satu sama lain dan tidak aplikatif untuk kehidupan siswa. Siswa akan menjadi peniru fakta tetapi tidak mampu berpikir untuk diri sendiri.

Apa yang eksak itu? Sebaiknya kita kembali membahas ini. Selain logika berhitung, semua ilmu adalah rangkaian perubahan, relatif, berkembang, berubah. Begitu menurut beta.

Orang bilang Fisika eksak? Jangan percaya itu. Ilmu Bumi misalnya. Apakah ilmu bumi exact? Tidak. Dahulu orang yakin bumi itu datar dan menjadi pusat semesta. Lalu ilmu pengetahuan berkembang, materi-materi sebagai dasar pengetahuan baru berkembang –seperti teleskop dan pelayaran mengelilingi bumi— maka diketahuilah –hingga saat ini masih benar -- bahwa bumi itu bulat, bergerak mengelilingi matahari, bersama matahari mengelilingi pusat galaksi, dan (mungkin, saya kurang tahu) bersama galaksi mengelilingi pusat universe, dan bisa saja—siapa tahu—bersama universe mengelilingi pusat multiverse.

Dahulu –mungkin hingga sekarang— orang yakin bahwa waktu itu satu-satunya kenyataan yang bergerak maju secara linier. Kenyataannya –semakin luas diterima—waktu adalah juga kenyataan ruang, dimensi keempat dan mengalami frage dragging, terdistorsi oleh rotasi objek masif.

Bagaimana dengan kimia? Sekian lama orang menerima ajaran Dalton, nabi ilmu itu, bahwa atom-lah partikel terkecil itu. Lalu muncul nabi-nabi baru: Thompson, Rutherford, Neils Bohr yang membuktikan bahwa ternyata di dalam atom itu ada proton dan neutron yang dikelilingi awan elektron. Waktu beta SMA dulu, inilah yang masih diyakini sebagai kebenaran yang pasti, yang final. Tetapi ilmu berkembang terus, dan ternyata proton bukan yang terkecil. Ia perkawinan Up Quark dan Dawn Quark, dan lalu ilmu berkembang terus hingga entah apa nantinya.

Apakah ilmu yang dahulu itu salah? Tidak, itu juga kebenaran, kebenaran untuk saat itu. Lihatlah, kebenaran pun berubah. Tentu saja, sebab kebenaran terungkap menurut perkembangan material yang menjadi tumpuan mengungkap kebenaran itu. Satu kebenaran baru yang terungkap segera menjadi landasan untuk mengungkap kebenaran lainnya, kebenaran yang mungkin membantah kebenaran sebelumnya. Demikian seterusnya, tidak akan berakhir. Memang, dari sisi agama dipercaya ada akhirnya. "Suatu saat semua akan dibukakan bagimu," begitu yang tertera di dalam Injil. Sementara di dalam Hindu, seseorang akan menemukan kesadaran --mengetahui segalanya-- jika di saat mati (Nityapralaya), jiwanya (atman) --oleh mulia dharmanya selama hidup-- mengalami moksa, bersatu (kembali) pada Paramatman, Nur Ilahi, Jiwa Ilahi, Pengetahuan Agung. Tetapi tidak begitu jika jiwanya betah terjerat Samsara dan karena itu reinkarnasi lagi.

Kita kembali soal ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun