Mohon tunggu...
Ayang
Ayang Mohon Tunggu... Konsultan - None

Just none.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sederhanakan Kurikulum, Setop Jadi Bangsa Mubazir

1 Agustus 2020   06:13 Diperbarui: 22 Agustus 2020   16:47 1998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Murid sekolah di kelas [KOMPAS.com ALBERTUS ADIT]

Terus, bagaimana dengan kerepotan orang tua untuk mendampingi anak belajar dan mengerjakan tugas sekolah?

Banyak sekali orang tua mengungkapkan kejengkelan di media sosial tentang betapa repotnya mendampingi anak belajar. Apalagi, tugas dari sekolah sering aneh-aneh dan menambah kerepotan tak perlu, seperti kewajiban presentasi tugas dalam format video yang dalam seminggu bisa 3-4 kali.

Kini setiap pagi hingga siang, bahkan kadang-kadang hingga malam hari, terdengar suara bapak/ibu tetangga depan, samping, dan belakang rumah mengajari anaknya. Seringkali diselingi nada kesal dan ungkapan kemarahan.

Demikian pula percakapan dan perdebatan saya dan istri hampir setiap malam tentang metode dan teknik apa yang perlu kami coba untuk membantu putra kami lebih memahami pelajaran-pelajaran sekolah. 

Kenyataan bahwa sekolah daring merampas banyak waktu membaca dan riset mandiri putra saya membuat saya khawatir minatnya yang khas akan hilang. Ia suka sejarah dunia. Sebelum masa pandemi, malam hari ia selalu ceritakan sejarah masa lampau negeri-negeri Eropa. Kini syukur-syukur jika ada sehari dalam seminggu ia ceritakan saya kisah-kisah sejarah. Hari-harinya terlalu dilelahkan beragam tugas sekolah.

Secara umum, sekalipun sering dimarahi orang tua -- yang memang tidak mendapat pendidikan kesabaran selayaknya guru -- masih beruntung anak-anak SD yang ayah atau ibunya belum bekerja normal.

Bagaimana dengan anak yang kedua orang tuanya sudah bekerja seperti biasa? Siapa yang membantu mereka memahami pelajaran yang disampaikan guru? Siapa yang mengawasai mereka menyelesaikan tugas yang diberikan sekolah?

Dalam evaluasi proses belajar daring di kelas anak saya, teman-temannya yang punya lebih dari seorang saudara usia SD lebih jarang mengumpulkan tugas-tugas sekolah. Saya paham, betapa repot orang tua dengan lebih dari seorang anak usia SD mendampingi anak-anaknya.

Lalu, apa solusi atas persoalan ini? Kurikulum new normal!

Indonesia ini negeri aneh. Beban belajar anak-anak SD di negeri ini 2-3 kali lebih berat dibandingkan anak-anak seusia di negara-negara lain. Padahal kualitas pendidikan di negara-negara yang hanya sedikit memberi beban belajar kepada anak justru jauh lebih baik dibandingkan Indonesia.

Di Indonesia ada begitu banyak mata pelajaran mubazir; ada sangat banyak tema-tema tak perlu dan tak cocok umur.  Anak-anak SD di Indonesia dipaksa mempelajari pengetahuan yang tidak dimengertinya -- sebab masih sangat abstrak bagi dunianya dan abstrak pula bahasa yang digunakan dalam buku-buku ajar -- dan akan segera dilupakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun