"Itulah the consumer society." Jawaban mudah orang-orang.
Ok, baiklah. Tetapi bagaimana consumer society bisa eksis dan bertahan?
"Hegemoni, terutama lewat media massa yang memasarkan budaya konsumtif, lewat iklan-iklan." Jawaban mudah lagi.
Tetapi bagaimana bisa iklan-iklan itu sedemikian mudah memengaruhi pikiran orang-orang? Apakah orang membeli starkbucks atau coca-cola atau McDonald karena iklan menyatakan itu barang enak?
Lalu beberapa orang mulai menyodorkan penjelasan yang dikutip seadanya dari teoretisasi hasrat dan kenikmatan a la Lacan.
Haish! Genit dan merumit-rumitkan pokok persoalan!
Padahal, gagasan tentang hegemoni dan komoditi sebagai penanda-petanda sudah cukup memadai dalam menjelaskan soal ini.
Ruling class -dalam masyarakat kapitalis adalah borjuasi- berkuasa bukan saja lewat dominasi (pelibatan aparatus represif) tetapi juga hegemoni.Â
Masyarakat ditertibkan melalui pemenangan nilai-nilai, prinsip, pandangan hidup, hingga mental dan karakter rulling class sehingga menjadi standar dan ideal universal, diterima -secara sadar semu- oleh kelas-kelas sosial lain.
Bagi Bukharin, kelas yang tidak bekerja tetapi hidup dari rente ini adalah parasit memuakkan. Veblen mengkritik sikap tak masuk akal mereka dalam konsumsi dan pemanfaatan waktu.Â
Leisure class itu sendiri pada dasarnya adalah umpatan, sindiran. Tetapi bagi kelas penguasa, menikmati waktu luang sebanyak-banyaknya dalam aktivitas dan seremoni remeh-temeh tetapi mahal sambil menikmati barang-barang berkualitas terbaik adalah keutamaan, adalah kemulian.