Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Eks-Milisi Timor Timur Ancam Pemerintah cq Menhan Prabowo Subianto, Ada Apa?

6 Mei 2020   07:00 Diperbarui: 7 Juni 2020   02:16 4016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto tabur bunga di makam tokoh pro-integrasi Timor Timur, 27 Desember 2018 [Tribunnews.com]

Rupanya tuntutan pada 2017 itu belum dipenuhi sehingga kali ini para mantan milisi harus kembali menuntut.

Beratnya Kehidupan eks-warga Timor Timur di NTT

Tuntutan para mantan milisi Timor Timur, yang terpaksa mereka bingkai dengan pernyataan bernada ancaman itu tidak terlepas dari beratnya kondisi hidup. Tetapi bukan cuma 4.000an bekas milisi yang mengalaminya. 

Mayoritas penduduk Timor Timur yang meninggalkan kampung halamannya pascajajak pendapat (baik karena sukarela demi pilihan politik pro-integrasi atau karena diintimidasi untuk ikut serta) juga menjalani kehidupan yang berat di Indonesia.

Dahulu, beberapa tahun pascajajak pendapat tercatat kurang lebih 104.436 orang pengungsi asal Timor Timur di sejumlah kabupaten di NTT. Mayoritas, 70an ribu di antara mereka tinggal di kamp-kamp pengungsian di Kabupaten Belu (70.453 orang), Kabupaten TTU (11.176 orang) dan Kabupaten Kupang (11.360 orang).[4] 

Seiring tahun berjalan, mayoritas pengungsi memilih program repatriasi, kembali ke kampung halaman mereka di Timor Leste; sebagian bertransmigrasi ke Papua dan Kalimantan, serta daerah-daerah lain di Indonesia yang menjanjikan pekerjaan; sementara yang kondisi ekonominya lebih baik sudah hidup mapan, pindah dari kamp pengungsian dan pemukiman program resettlement ke rumah-rumah pribadi.

Tetapi tidak sedikit yang masih tinggal rumah-rumah darurat di kamp pengungsian dan di pemukiman resettlement. Misalnya di kamp Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, masih ada 570 KK.[5] 

Menurut pengakuan warga, mereka membangun rumah darurat di kamp pengungsian atas swadaya sendiri sebab pemerintah sudah tidak lagi memberi bantuan khusus semenjak 1999. Rumah-rumah tersebut ukurannya kecil saja, antara 4x4 hingga 4x6. Rumah yang berukuran lebih besar dihuni secara bersama-sama oleh 6 KK.[6] 

Warga di kamp pengungsian bisa saja berusaha untuk membangun rumah yang lebih layak. Tetapi hal itu butuh kepastian status kepemilikan lahan tempat tinggal. 

Sudah berulang kali mereka mengajukan permohonan kepada pemerintah agar tanah tempat mereka dirikan rumah-rumah sementara itu dihibahkan. Permintaan itu tidak terjawab.

Demikian pula mereka yang menghuni pemukiman resettlement di Desa Oebelo. Sudah 17 tahun, semenjak dipindahkan ke sana pada 2003, mereka tidak kunjung menerima sertifikat tanah rumah mereka.[7] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun