Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Darurat Sipil, Kok Malah Jadi Pemerintah yang Bikin Panik Rakyat?

30 Maret 2020   23:02 Diperbarui: 25 Juni 2020   20:55 1749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
darurat sipil [ilustrasi, foreignpolicy.com]

Darurat sipil? Apa-apapan ini? Kita ini perang melawan virus, bukan melawan warga negara yang hendak merusuh. Yang sedang menular itu virus, bukan aksi-aksi penjarahan, pembakaran dan lain-lain manifestasi kekacauan sosial. Please, periksa lagi dan pahami konteks sejarah dan tujuan UU 74/1957 dan Perpu 23/1959. Jangan asal bikin statement.

Rakyat sekarang terbelah antara lockdown (dalam konteks Indonesia artinya isolasi wilayah) versus pembatasan sosial. Kok malah yang hendak dikasih pemerintah meloncat ke darurat sipil?

Tanpa perlu darurat sipil; tanpa perlu mengubah sistem pemerintahan ke sistem komando; tanpa harus mengubah negara menjadi super bonapartis; cukup dengan mengeluarkan peraturan pemerintah untuk mengoperasionalkan undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan situasi sudah bisa dikendalikan.

Cukup dengan landasasan UU 6/2018 polisi sudah punya wewenang untuk melakukan penegakkan hukum terhadap pembangkangan pembatasan sipil. Baca "Penegakan Hukum Pembatasan Sosial, Saatnya Relakan Kebebasan Kita."

Lagi pula aneh. Darurat sipil kok bersanding physical distancing?

Darurat sipil itu hanya jika ada pembangkangan terhadap isolasi wilayah. Isolasi wilayah (lockdown versi Tiongkok) itu levelnya di atas karantina wilayah (lockdown versi Eropa). Karantina wilayah levelnya di atas pembatasan sosial. Pembatasan sosial levelnya di atas physical distancing.

Kalau physical distancing, yang dibatasi cuma jarak. Orang-orang tetap melakukan aktivitas tetapi di atas sedemikian rupa agar tidak terjadi kontak fisik.

Kalau pembatasan sosial, aktivitas sosial yang dibatasi. Kegiatan-kegitan tidak penting, semisal party-party dan even olahraga dilarang; tempat-tempat hiburan ditutup.

Kalau karantina wilayah, aktivitas orang-orang keluar-masuk wilayah diseleksi betul. Hanya kebutuhan mendesak dan penting yang boleh. Untuk bisa melewati blokade, orang harus tunjukkan sertifikat bebas corona dan  Setiap orang, kendaraan, dan barang yang melewati blokade diperiksa, disemprot disinfeksi dengan penyemprotan disinfektan.

Kalau isolasi, wilayah ditutup total. Hanya aparat---semisal tim distribusi pangan,tim desinfeksi, dan tim evakuasi pasien, entah nanti dibentuk dari gabungan petugas kesehatan, palang merah, polisi, militer, dan damkar---yang boleh melintas bebas.

Lha, kita seruan-seruannya masih physical distancing, lalu mengapa perlu ada status darurat sipil segala?

Sekali lagi, darurat sipil itu hanya jika terjadi pembangkangan aktif yang meluas. Misalnya ada mobilisasi unjukrasa menolak isolasi; atau ada aksi-aksi penjarahan karena lapar.

Ini orang-orang cuma bebal, diliburkan malah ngumpul-ngumpul.

Benar bahwa ada pemukulan terhadap polisi yang memberikan himbauan di kedai kopi di Aceh. Tetapi itu cuma 1 kasus, dilakukan seorang individu, bukan pembangkangan aktif massa rakyat.

Darurat sipi itu hanya jika tidak ada perangkat undang-undang yang mengatur ini, sehingga dengan alasan kedaruratan, perintah harian panglima atau komando keadaan darurat berlaku sebagai hukum. Tak ada mekanisme demokratis dalam kondisi ini; tidak ada penolakan dari parlemen.

Tetapi kita punya undang-undangnya. Sudah ada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Yang diminta itu peraturan pemerintah agar bisa operasional dua barang di atas. Terus untuk apa didarurat sipilkan segala?

Lagian kalau mau keren-kerenan dengan kedaruratan, ya yang ada itu kedaruratan kesehatan masyarakat. Tidak usah jauh-jauh ke penerapan salah darurat sipil.

Kalau paham ini kondisi  kedaruratan kesehatan masyarakat, maka setiap pintu masuk daerah-daerah yang belum ada kasus positif corono-nya, misalkan di NTT, segera adakan rapid test terhadap setiap penumpang tiba di bandara-bandara dan pelabuhan-pelabuhan; bukan masih lemot dengan thermo gun. Bibir ringan ucap darurat, tindakan bertolak belakang.

Lagi pula, kalau darurat sipil, atau jangan jauh-jauh, kalau karantina wilayah atau kalau isolasi, maka yang berlaku itu distribusi, bukan perdagangan. Jadi tidak ada yang namanya toko sembako dan apotik. Yang ada adalah depo pembagian makanan dan obat-obatan.

Jadi yang perlu dilakukan pemerintah bukan menetapkan darurat sipil, melainkan memastikan seberapa siap cadangan beras pemerintah; seberapa siap sistem dan aparatus pendistribusiannya.

Kalau mau anti-mainstream, mau darurat-darurat segala, cuma satu klausul edan yang perlu dipasang di PP Kerantinaan Darurat Kesehatan Masyarakat: hukuman mati bagi koruptor distribusi pangan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun