Pelemahan rupiah berdampak ke mana-mana. Barang-barang penting, semisal bahan baku diidustri dan energi, yang harus diimpor jadinya lebih mahal. Ujung-ujungnya bukan cuma barang-barang penting---jauh lebih penting dari sepatu, tas, dan kutang impormu---yang jadi lebih mahal, tetapi pabrik-pabrik kehilangan daya saing karena harus menjual barang lebih mahal pula. Ujungnya kembali ke pabrik-pabrik gulung tikar, buruh di-PHK.
Ketiga. Kalau pabrik-pabrik gulung tikar, buruh-buruh ter-PHK, penerimaan negara dari pajak berkurang. Lalu dari mana pelayanan publik dibiayai? Hasilnya, layanan pendidikan dan kesehatan, pembangunan infrastruktur, dan banyak lainnya menjadi berkurang jumlah dan mutunya. Yang menderita ya seluruh rakyat Indonesia.
Jadi, Om-Tante. Duit memang duit lu. Bagaimana membelanjakannya adalah urusan gue juga. Sebab gara-gara mental dan perilaku gengsian inlander lu, gue juga dan setiap kapita di negeri ini, yang mungkin besok mati hingga yang baru lahir satu dekade lagi, akan menderita.
Masih doyan beli pakaian impor? Lu menikam bangsa ini dari belakang. Di era revolusi kemerdekaan, lu mata-mata kompeni yang layak berakhir di ujung bedil pejuang republik.
Sorry, marah-marah sedikit ya, agar viral dan jadi percakapan khalayak. Ini barang penting soalnya, menyangkut hidup-mati bangsa ini.***