Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sampaikan kepada Orang Muda, Bertani Itu Seksi!

22 Mei 2019   22:52 Diperbarui: 23 Mei 2019   23:25 3764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bertani itu Seksi [Dokpri]

Bertani itu seksi. Demikian yang sering saya katakan kepada orang-orang muda untuk memotivasi mereka. Ya! Saya merasa seksi saat menjalani usaha tani. Tubuh lebih lebih langsing, hidup lebih bersemangat, gairah seksual pun meningkat. Begitu.

Sebenarnya saya bukan petani yang bersungguh-sungguh. Hiks. Tahun ini saya 'cuti' bertani gara-gara serbuan 3 kawanan sapi menghancurkan upaya merintis kebun sayur. Bibit pepaya untuk peremajaan kabun pepaya pun disikat habis, juga puluhan anakan kurma yang tinggal beberapa hari lagi sudah hendak ditanam.

Sebagian wilayah di Timor memang barbar. Orang melepas ternak sesukanya. Saya perlu kumpulkan modal untuk memagari beton keliling kebun dan membangun pondok yang layak agar saya tak perlu berkendaraan 50an km pulang pergi kebun-rumah setiap hari. Semoga bisa terwujud tahun depan.

Meski sedang dalam status istirahat bertani, ke mana-mana saya tetap meyakinkan orang-orang muda bahwa bertani bukan saja bisa mencukupkan kebutuhan hidup tetapi juga mengubah kita jadi orang keren. Itu pula yang saya katakan ketika Juli tahun lalu diminta bicara dalam diskusi sosialisasi program penghargaan Duta Petani Muda di Kupang.

Rupanya pernyataan bahwa petani itu seksi melekat di hati banyak pendengarnya. Gesti Sino, Duta Petani Muda Indonesia 2018 mengaku terinspirasi dengan kalimat itu dan mengulanginya tiap kali diwawancarai wartawan.

Penulis (kedua dari kanan) bersama Duta Petani Muda 2018 Gesti Sino (paling kanan) dan orang muda penggiat pertanian di Kupang [Dokpri]
Penulis (kedua dari kanan) bersama Duta Petani Muda 2018 Gesti Sino (paling kanan) dan orang muda penggiat pertanian di Kupang [Dokpri]
Menurunnya jumlah petani baik karena alih profesi pun oleh lambatnya laju regenerasi petani adalah salah satu ciri--yang terkini--dari involusi pertanian Indonesia yang kian kronis. Karena itu sebanyak-banyaknya cara perlu ditemukan dan dilakukan untuk mengatasinya.

Salah satu jalan adalah dengan menggencarkan kampanye orang muda bertani. Slogan-slogan menggugah harus diciptakan. Foto-foto kebun instagramabel perlu disebarluaskan. Profil orang-orang muda yang sukses bertani wajib diviralkan.

Selama ini banyak yang berpikir hengkangnya kaum muda dari usaha pertanian hanya disebabkan usaha ini tidak memberi pengharapan atau oleh menyempitkan lahan pertanian, baik oleh alih fungsi lahan, pun oleh pewarisan lahan yang harus dibagi-bagi menjadi petak-petak kian kecil kepada anak-cucu petani--proses yang oleh Greetz dianggap mekanisme penciptaan shared poverty.

Tidak banyak yang menyadari bahwa dalam porsi tertentu ada problem shame (rasa malu) dan pride (rasa bangga). Ini adalah konsepsi tentang diri yang ditautkan pada lingkungan sosial. Seorang individu akan berusaha mencocokkan dirinya dengan gagasannya tentang bagaimana masyarakat ingin melihat dirinya.

Beberapa tahun silam, ketika masih rajin mendapat job studi baseline program pangan di desa-dasa, saya amati kecenderungan masyarakat desa meninggalkan budidaya pangan lokal disebabkan pula oleh faktor shame and pride. 

Mereka menyangka mengonsumsi pangan pokok beras seperti halnya orang kota itu lebih bergengsi. Sebaliknya mereka merasa menyajikan jenis pangan yang cocok tumbuh di sekitar sebagai hal memalukan. Orang lantas lebih bangga mengonsumsi beras yang dibeli di pasar dibandingkan makan jagung, sorgum, dan singkong dari kebun sendiri.

Padahal di zaman dahulu, orang desa sangat malu jika dipergoki tetangga membeli pangan dari pasar sebab akan disangka orang malas. Konsep shame dan pride dalam masyarakat memang dinamis.

Soal shame dan pride ini rupanya berlaku pula dalam konteks keengganan generasi muda menekuni usaha pertanian. Pekerjaan supir angkot, tukang ojek, tukang bangunan, dan buruh pertokoan di kota dipandang lebih bergengsi dibandingkan menjadi petani.

Memang,  shame dan pride hanya porsi kecil dibandingkan faktor-faktor lain yang menghambat regenerasi petani. Faktor paling utama adalah kegagalan sektor pertanian menghasilkan kesejahteraan kepada para pekerjanya.

Meski demikian, soal shame dan pride harus ditangani juga. Generasi muda perlu disadarkan bahwa dengan perbaikan akses kepada modal, teknologi, kapasitas teknis, dan pasar, bertani bisa mensejahterakan dan merupakan pekerjaan bergengsi.

Itu berarti kerja-kerja kampanye, yaitu penyebarluaskan kisah sukses orang muda bertani adalah pelengkap dari langkah-langkah perbaikan akses petani terhadap modal murah, teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, pengetahuan dan keahlian, serta akses terhadap pasar dengan harga layak.

Menggembirakan mengetahui Kementerian Pertanian telah memiliki sejumlah program bagi regenerasi petani. Salah satunya adalah Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian (PWMP). Dalam program ini, orang muda dididik dengan metode Onsite Training Model (OTM)  sehingga memiliki kemampuan mengembangkan usaha sektor pertanian yang bisa mensejahterakan, bahkan mampu bersaing di pasar global. Program ini telah berjalan selama 3 tahun, dilaksanakan oleh Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang bekerjasama dengan Taiwan TechnicaI Mission (TTM).

Langkah Kementan ini baru dari sisi pengembangan kapasitasnya.

Pada ranah kampanye untuk memotivasi lahirnya para petani muda, program Pemilihan Duta Petani Muda yang diselenggarakan aliansi lembaga-lembaga nirlaba dalam Jaringan AgriProFocus Indonesia patut diapresiasi.

Di Kupang, Nusa Tenggara Timur, ada pula kegiatan kampanye berupa pameran-pameran pangan dan usaha pertanian orang muda.  Hajatan ini dimotori oleh Komunitas Kupang Batanam, organisasi relawan muda yang dibentuk Perkumpulan Pikul.

Beragam inisiatif komunitas-komunitas masyarakat ini baik, tetapi belum cukup untuk menandingi citra orang muda keren produk industri yang lebih peduli generasi konsumtif (sebagai pasar) dibandingkan mendidik orang muda agar produktif.

Iklan televisi masih lebih banyak berisi bintang iklan tampan mengendarai sepeda motor keluaran terbaru. Generasi muda di desa-desa terpengaruh untuk menirunya, merengek kepada orang tua untuk dibelikan sepeda motor dengan dalih menjadi tukang ojek.

Tayangan youtube tentang kesuksesan orang-orang seperti Ata Halilintar membanjiri para pemuda dengan impian kaya raya dari hasil menjadi youtuber.

Untuk menyukseskan upaya regenerasi petani, mau tak mau pemerintah pun para pihak yang peduli perlu terjun lebih intens lagi dalam perang kampanye, menandingi iklan-iklan dan tayangan populer di media social tentang citra orang muda sukses.

Generasi muda harus dibanjiri dengan kisah sukses orang-orang muda petani. Tayangan video dan artikel perlu digarap seserius mungkin demi kesadaran (dan kesan) petani muda itu keren, petani muda itu seksi, petani muda itu menantu paling diidam-idamkan.

Tentu saja semua upaya kampanye hanya pencitraan hampa yang tidak membawa kita ke mana-mana tanpa perbaikan dalam penguasaan asset (tanah); infrastruktur pendukung (beragam format irigasi); akses modal murah; penerapan teknologi murah, tepat guna, dan ramah lingkungan; penguasaan pengetahuan dan teknik bertani; pasar yang efisien; serta perlindungan harga komoditas pertanian. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun