Mohon tunggu...
Ayang
Ayang Mohon Tunggu... Konsultan - None

Just none.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memandang Positif Seruan "Bendera Tauhid" Warna-warni dalam Temu Kangen 212

12 November 2018   21:32 Diperbarui: 12 November 2018   21:47 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Undangan Reuni 212 membawa bendera warna-warni bertuliskan tauhid [twitter.comLembagaF]

Pada 8 November lalu, akun twiter Lembaga Informasi Front @LembagaF yang diduga sebagai akun humas Front Pembela Islam mengeluarkan pengumuman mengejutkan, sebuah poster undangan reuni gerakan 212 disertai seruan membawa "bendera tauhid" aneka warna.

Pengumuman ini sontak memancing reaksi warganet, yang seperti biasa terbelah antara pro dan kontra atau lebih tepat menertawakan.

Banyak yang mencemooh, sampai-sampai menyindir FPI sudah beraliansi dengan komunitas LGBT, yang konon termasuk yang paling mereka benci.

Ada pula yang memandang FPI ketakutan setelah pentolannya, Rizieq Shihab lebih dari 24 jam diperiksa Al-Mabahith Al-Aammah gara-gara pada dinding tempat tinggal sederhananya di Mekkah tertempel bendera hitam HTI yang mirip bendera yang di tanah air FPI klaim sebagai bendera tauhid.

Terlepas dari semua satir dan sarkasme kepada FPI--bagi saya wajar juga sih publik gerah dan jengkel--saya ingin mengapresiasi langkah FPI menyerukan pengibaran bendera warna-warni bertuliskan tauhid dalam acara temu kangen alias reuni mereka pada 2 Desember nanti.

Bagi saya, langkah FPI ini adalah sebuah terobosan bagi kebuntuan dialog soal bendera hitam ini.

Sebelumnya masing-masing pihak bertahan dalam posisinya. FPI berpandangan bendera hitam bertuliskan tauhid adalah bendera tauhid, dan orang-orang yang menolaknya mengidap fobia terhadap Islam.

Saya kira tuduhan ini tidak benar sebab yang menolak bendera hitam itu adalah kaum muslim sendiri, bahkan ormas Islam terbesar dan salah satu yang tertua di negeri ini, NU.

Penolakan NU terhadap bendera hitam itu bukan menolak kalimat tauhid, melainkan karena bendera hitam berhuruf putih atau sebaliknya telah sekian lama diklaim oleh Hizbut Tahrir dan kini de facto menjadi simbol HTI. 

Mengibarkan bendera tersebut sama saja mengkampanyekan keberadaan Hizbut Tahrir, hal yang sangat membahayakan negeri ini, termasuk membahayakan kaum muslim, seperti yang telah terjadi di Timur Tengah.

Selain itu, bagi NU, mengukir kalimat tauhid pada bendera yang dijadikan simbol gerakan politik, apalagi dikibarkan sambil meneriakkan kebencian adalah pelecehan terhadap makna sakral tauhid itu sendiri.

Nah, dengan seruan FPI untuk membawa bendera aneka warna bertuliskan tauhid, sebuah jembatan bagi dialog telah terbangun. Kalimat tauhid yang diukir di atas kain berwarna-warni tentu tidak bisa lagi diidentikan dengan Hizbut Tahrir.

Lagi pula untuk apa FPI berjuang mati-matian membela bendera hitam bertuliskan tauhid yang sudah diambil alih Hizbut Tahrir sebagai simbol mereka?

Kian gencar FPI membelanya, yang akan untung adalah HTI, bukan FPI. Kecuali jika FPI memang sudah sejalan dalam cita-cita perjuangan dan strategi dengan HTI; atau FPI sudah disusupi korban-korban cuci otak HTI di level pimpinannya. Harapan kita, tidak.

Karena sudah bukan bendera hizbut tahrir yang dibawa, maka saya kira semua kelompok akan enjoy saja menikmati acara reuni FPI pada 2 Desember nanti.

Tinggal nanti diperhatikan saja, mereka yang masih membawa bendera hitam patut diduga sebagai orang-orang Hizbut Tahrir yang tidak rela bendera hitamnya hilang dari peredaran dan diganti cerah-ceria bendera berwarna-warni.

Sekarang bola justru berada di tangan pemerintah.

Pemerintah perlu mensosialisasikan kepada masyarakat agar jika hendak membuat bendera bertuliskan tauhid, ikutilah langkah FPI, menggunakan kain berwarna-warni, jangan kain hitam. Dengan demikian, bendera warna-warni bertuliskan tauhid itu bukan lagi menyimbolkan Hizbut Tahrir, organisasi yang di negara Islam sendiri dinyatakan terlarang karena jahatnya.

Jika masyarakat sudah paham akan hal ini, kita tidak perlu lagi cemas saudara-saudari kita ditangkap di Arab Saudi saat mereka berangkat ke Mekah untuk umroh atau menunaikan ibadah haji.

Saya pikir, Pemerintah Arab Saudi tidak keberatan jika kalimat tauhid tidak diukir pada bendera hitam melainkan pada latar hijau, kuning, biru, jingga, yang tidak memiliki kemiripan dengan organisasi-organisasi teroris seperti Al Qaidah, Hizbut Tahrir, dan lain-lain.

Namun yang paling penting hemat saya seperti yang diserukan politisi muda NU Gun Romli dalam blog pribadinya, yaitu "tidak menjadikan kalimat tauhid sebagai bendera politik, apalagi politik makar, tapi tauhid yang ditegakkan di pesantren-pesantren, di masjid-masjid, di musola-musola, di pengajian-pengajian, di shalawat-shalawat, di tahlilan-tahlilan dll nya."

Nah bagi FPI, selamat merayakan temu kangen 2 Desember nanti. Semoga kibar warna-warni berdera bertuliskan tauhid bisa menjadi inspirasi bahwa hidup bersama beraneka ragam suku, agama, dan pandangan politik itu indah, seindah kibaran bendera-bendera itu. Mencintai perbedaan adalah mencintai Allah sebab semua yang berbeda-beda ini adalah ciptaanNya yang SATU dan sama menyembah Dia yang SATU dengan cara berwarna-warni.

Sumber:

  1. twitter.com/LembagaF/status/1060367027699765248
  2. Gunromli.com (10/2018) "Banser Membakar Bendera HTI bukan Bendera Tauhid!" gunromli.com/2018/10/banser-membakar-bendera-hti-bukan-bendera-tauhid/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun