Hidayat Nur Wahid, petinggi PKS itu bikin saya pusing. Hari ini saya minta pertolongan seorang montir, jago mesin, yang tidak sekedar ahli tetapi juga mampu menjelaskan ini-itu-nya mesin. Karena paham ilmunya, tentu ia seorang ilmuwan mesin. Tetapi gara-gara Hidayat Nur Wahid, saya kini bingung apakah om montir ini harus pula saya pandang sebagai ulama?
Om-Tante sudah dengar kan, Hidayat Nur Wahid baru saja meluruskan istilah ulama?
Kata Hidayat sejatinya ulama itu adalah seorang ahli sejarah atau ahli ilmu pengetahuan. Ulama tidak ada hubungannya dengan ilmu agama Islam.
Atas dasar itu, Hidayat Nur Wahid mengangkat Sandiaga Uno sebagai ulama.
Bukan main-main, demi Sandiaga jadi ulama, Hidayat membawa-bawa kitab suci untuk mendukung upaya mulianya meluruskan istilah. Anehnya, salah tafsir istilah ulama itu saya duga juga selama ini dialami Hidayat Nur Wahid. Mungkinkah ia baru membuka-buka kitab suci lagi setelah Sandiaga Uno jadi cawapres Prabowo?
Aih. Haruskah si mas montir ini saya cium tangannya yang berbau oli karena ternyata ia seorang ulama versi Hidayat? Lalu, kan saya juga bulan-bulan kemarin sering tulis artikel sejarah tuh. Boleh donk Anda pandang saya sebagai ulama.
Saya tak habis pikir, mengapa setelah gagal memaksa Prabowo menerima Salim Segaf dan Abdul Somad jadi cawapres, para dewan jenggot PKS ini gemar bermain-main dengan istilah yang sudah pakem di masyarakat.
Sebelum Hidayat mengangkat Sandiaga menjadi ulama, rekannya si Sohibul Iman sudah terlebih dahulu melantik Sandiaga, lulusan sekolah Katolik sebagai santri post-islamisme.
Tetapi tingkah laku Hidayat dan Sohibul ini bikin saya meraba-raba rasionalitas di baliknya.