Luar biasa pilihan Joko Widodo. Meski nama Ma'ruf Amin sudah lama disebut, namun tiada yang menyangka dirinya yang benar-benar terpilih menjadi cawapres Joko Widodo. Hingga hari terakhir, banyak yang menduga Mahfud MD yang akan terpilih.
Disiarkan langsung sejumlah televisi nasional, Pak Joko Widodo mengumumkan sendiri calon wakil presidennya. Sejumlah media daring, seperti Detik.com (09/08/2018) dan Kompas.com (09/08/2018) pun telah menurunkan berita.
Ma'ruf Amin memang trade off paling pas. Ia titik keseimbangan dari sejumlah unsur dan pertimbangan. Salah satunya adalah pertimbangan untuk menciptakan iklim demokrasi yang sejuk, terutama menekan kampanye berbau sentimen agama.
Kita tahu, sejak Pilpres 2014 silam, memuncak pada Pilkada DKI, dan terus berlangsung hingga kini, sejumlah pihak mengeksploitasi sentimen agama untuk kepentingan politiknya.
Mengusung nilai-nilai agama dalam politik tentu saja tidak salah dan bukan monopoli agama tertentu. Bagaimana pun juga ajaran agama berisi pula nilai-nilai hidup bersama yang ideal untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Persoalannya, di tengah masyarakat yang tuna-politik dan sejumlah aktor tak bertanggungjawab, politik berbasis identitas keagaam berubah menjadi gaung kebencian indentitas.
Hal ini tampaknya disadari oleh Joko Widodo dan para pimpinan parpol. Mereka mengambil langkah bijak untuk mengakhir ini.
Ma'ruf Amin adalah pilihan tepat untuk akhir kondisi sakit dalam politik nasional kita. Sebagai salah satu pimpinan puncak ormas Islam terbesar dunia, NU, Ma'ruf Amin juga Ketua MUI. Artinya benar-benar representasi kalangan santri, bukan hanya santri NU, tetapi seluruh ormas Islam yang mengakui MUI sebagai forum koordinasi.
Saya pikir komitmen serupa ditunjukkan pula oleh Prabowo dan SBY beberapa waktu lampau, yaitu ketika menyetujui salah satu butir prinsip koalisi berupa tidak mengeksploitasi sentimen agama dalam kampanye Pilpres.
Selain itu, dipandang dari sudut positif--dengan mengabaikan pernyataan Andi Arief soal Prabowo takluk pada uang Sandiaga--pilihan Prabowo kepada Sandiaga juga mungkin ada sedikit pertimbangan itu, yaitu agar kubunya tidak menyerang lawan (Joko Widodo) dengan isu agama.
Mungkin Prabowo berpikir, andai ia mengambil Salim Segaf sebagai cawapres, para pengikutnya bisa mengolah itu menjadi isu koalisi keumatan versus kelompok lain.