Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Keanggotaan China di Dewan Keamanan PBB Berutang Budi pada Soekarno

11 Juni 2018   04:06 Diperbarui: 12 Juni 2018   13:43 3833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Soekarno saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB, 30 September 1960.[Diolah dari Gettyimage/bettmenn]

Pada 30 September 1960, sebelum Sesi Kelima Sidang Majelis Umum PBB dimulai, Presiden Republik Indonesia Soekarno didaulat menyampaikan pidato. Sebuah pidato yang indah, visioner, dan tercatat dalam sejarah sebagai pidato terpanjang keempat (122 menit) yang pernah disampaikan para pemimpin dunia di sidang PBB dalam era 1945-1976.

Pidato sepanjang itu hanya pernah di sampaikan Fidel Castro (Kuba, 269 menit, 26 September 1960), Sekou Toure (Guinea, 10 Okt. 1960, 144 menit), dan Nikita Khrushchev (Uni Soviet, 23 Sept. 1960, 140 menit).(UN. "What is the longest speech given at the United Nations?")

Dalam pidatonya, Bung Karno menyampaikan visi Bangsa Indonesia tentang tata dunia baru yang damai dan beradilan;  tentang Pancasila sebagai ideologi yang mencerminkan nilai-nilai terbaik dari Kapitalisme dan Komunisme; politik Indonesia yang bebas aktif; dan sejumlah kritik terhadap PBB yang kurang representatif dan demokratis.

Termasuk di dalam kritikan Soekarno adalah penolakan PBB terhadap keanggotaan Republik Rakyat China.

Tentang Persoalan China ini, Ir. Soekarno mengatakan, "Selain itu, tidak semua negara di Asia dan Afrika diwakili di sini. PBB akan lemah jika menolak keterwakilan negara manapun, terutama negara dari sebuah bangsa yang tua, bijaksana, dan kuat." (Soekarno, 1960)

Diolah dari gettyimage/bettmenn dan pidato Soekarno
Diolah dari gettyimage/bettmenn dan pidato Soekarno

"Saya berbicara tentang China. Saya berbicara tentang apa yang sering disebut China Komunis, yang bagi kami merupakan satu-satunya China yang sesungguhnya. PBB justru sangat lemah karena menolak keanggotaan negara terbesar di dunia."

Bung Karno memang secara tegas menyatakan posisi Indonesia yang mendukung RRC dan bukan Taiwan. Tetapi dukungan itu bukan dilandasi sentimen subjektif kedekatan Bung Karno dan Bangsa Indonesia dengan pimpinan dan bangsa Tiongkok. Bung Karno lebih melihatnya dari sisi riil politik bahwa RRC adalah bangsa terbesar dari sisi jumlah penduduk, luas wilayah, usia peradaban, dan kekuatan ekonomi.

Menurut Bung Karno, mengabaikan RRC dalam keanggotaan PBB hanya akan membuat PBB menjadi organisasi yang lemah dan tidak efektif dalam menjalankan misinya.

Pidato Bung Karno di Sidang Majelis Umum PBB. Diolah dari gettyimage/bettmenn dan Soekarno (1960)
Pidato Bung Karno di Sidang Majelis Umum PBB. Diolah dari gettyimage/bettmenn dan Soekarno (1960)
Perjuangan Bung Karno agar RRT diterima sebagai anggota PBB tidak hanya dilakukan melalui forum-forum resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di luar itu, Bung Karno bersama sejumlah pempimpin besar bangsa-bangsa yang baru merdeka-- Josep Broz Tito (Yugoslavia), Jawalharlal Nehru (India), Gamal Abdel Nazzer (Mesir), dan Kwame Nkrumah (Ghana)--mengorganisasikan Konferensi Asia Afrika, embrio Gerakan Non-Blok. Salah satu poin resolusi atau tuntutan dalam KAA di Bandung adalah keanggotaan RRT di PBB.

Sejak Januari 1965, sebagai bentuk protes atas upaya Inggris dan Amerika Serikat mendirikan negara Malaysia, Indonesia keluar dari PBB. Tanpa Indonesia, perjuangan sejumlah negara untuk memasukkan RRC ke dalam PBB terus berlanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun