Mohon tunggu...
Ruli
Ruli Mohon Tunggu... Lainnya - Gathering, sharing and make it happen

Mari tersenyum dan bangkit

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Evaluasi dalam Pendidikan di Indonesia

24 Juni 2020   05:20 Diperbarui: 24 Juni 2020   05:51 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

    Sesuai dengan motto pendidikan Indonesia yang diambil dari petuah bapak pendidikan "ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani," pendidikan seharusnya memiliki tiga unsur tersebut dalam prakteknya. Apakah karena pendidikan kita hanya menyomot sepenggal terakhir sehingga turut meberi dampak terhadap pelaksanaannya? Menarik untuk dibahas namun, pembahasan akan difokuskan pada evaluasi dalam pendidikan.
   Pendidikan merupakan satu proses terintegrasi dari awal hingga akhir pelaksanaannya dengan tiga proses utama yakni, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiganya terintegrasi dan saling mempengaruhi perkembangannya.  Tiga hal ini tidak lah stag pada satu proses saja namun, bersirkulasi dan menjadi perkembangan yang berurutan serta beruntut. Tidak terlaksananya atau terhambatnya salah satu proses mengakibatkan perkembangan pendidikan cacat dan bahkan menurun hingga dalam kasus terburuk "hancur."

    Perencanaan merupakan proses awal dalam satu sirkulasi pendidikan. Perencanaan berisi proses penentuan tujuan, pengumpulan dan memproses data awal, pembuatan dan pengembangan misi atau strategi yang akan dilaksanakan. Pelaksanaan pendidikan tanpa adanya perencanaan akan sangat berbahaya karena tanpa adanya perancanaan, pelaksanaan berjalan tanpa dasar. Artinya, pendidikan tanpa perencanaan merupakan jalan penghancuran.

    Setelah matang dan dinyatakan layak, perencanaan dalam bentuk strategi dilaksanakan dalam sebuah proses bernama pelaksanaan. Pelaksanaan sebagai kendaraan dalam pendidikan patutlah dipahami dan dijaga prosesnya. Proses yang merupakan penjelmaan perencanaan haruslah sesuai tujuan dasar pendidikan yang telah ditentukan di awal. Improvisasi adalah hal lumrah untuk dilakukan dalam pelaksanaan selama menggunakan tujuan sebagai acuannya dengan kadar yang sesuai. Terlalu banyak improvisasi akan membuat pendidikan semakin riskan keluar jalur. Namun, ketidakhadiran improvisasi akan membuat pendidikan kaku dan tidak fleksibel terhadap perputaran zaman dan teknologi yang selalu membaharui diri.

    Banyak telah keliru tentang proses terakhir yakni evaluasi. Kekeliruan yang terletak pada waktu pelaksanaan evaluasi sendiri. Tidak sedikit awam yang menyatakan evaluasi hanya dilakukan setelah seluruh proses terlaksana  (perencanaan dan pelaksanaan). Evaluasi sejatinya merupakan senjata terampuh untuk melawan kebutaan akan arah dan perisai menangkal perusak jalur. Secara pelaksanaanya, evaluasi dilakukan di tiga waktu yakni, awal (perencanaan), proses (pelaksanaan) dan akhir (hasil). Pada tingkat yang lebih mutakhir, evaluasi dilakukan juga pada dampak. Pada pelaksanaanya, evaluasi dilakukan minimal sekali dalam tiga tahun, untuk pendidikan minimal satu tahun sekali (merujuk pada lama waktu pelaksanaan tahun ajaran).

     Sebagai proses yang berkaitan, evaluasi memiliki tugas sebagai pengukur, sejauh mana tujuan telah dicapai baik pada perencanaan maupun pelaksanaan. Tentunya, pengukuran ini hanya akan berguna bila digunakan sebagai landasan untuk membenahi pelaksanaan dan data dasar untuk perencanaan pada proses berikutnya. Pengabaian penggunaan data evaluasi akan meburamkan arah dari suatu proses, apalagi tidak melakukannya.

   Dalam pendidikan evaluasi akan menjadi lebih kompleks.  Kompleksnya evaluasi membuatnya semakin penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan. Sebab itu, dunia pendidikan di negara-negara maju sudah memiliki badan evaluasi khusus pendidikan. Sayangnya, Indonesia tidak memiliki badan tersebut. Bahkan, tidak ada direktorat khusus evaluasi di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).  Lebih detil lagi, belum ada direktorat yang memiliki divisi evaluasi.

   Pertanyaan lainnya yang muncul adalah, kenapa perlu ada badan evaluasi pendidikan atau direktorat atau divisi khusus evaluasi pendidikan di Mendikbud? Bukan kah sudah ada direktorat penelitian dan pengembangan? Menarik bukan? Ada pertanyaan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apakah evaluasi pendidikan telah dijalankan oleh direktorat tersebut (penelitian dan pengembangan)? Bila sudah dilaksanakan, telah berapa kali dilaksanakan dalam setahun?  Pada Skala prioritas berapakah kegiatan evaluasi pendidikan dalam direktorat tersebut? Apakah hasil yang didapatkan dari evaluasi pendidikan (bila telah dilaksanakan)?

   Lalu apakah tidak ada pengemban tugas sebagai evaluator pendidikan? Jawabannya tentu ada. Tugas tersebut ada pada Pengawas pendidkan baik di tingkat dasar hingga perguruan tinggi, baik formal maupun non formal ataupun informal. Badan pengawas ini sendiri dikenal dengan nama badan akreditasi nasional dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Menarik untuk dibahas adalah perbedaan akreditasi dan evaluasi. akreditasi merupakan pemberian suatu nilai atau peringkat atas standar tertentu. Sedangkan Evaluasi merupakan murni sebagai perangkat untuk mengoreksi suatu proses dengan tujuan mengembangkan proses yang dkoreksi dengan memberikan hasil koreksian tersebut dalam bentuk interpretasi data. Dua hal ini tentu berbeda. Akreditasi yang berhubungan dengan penilaian tentunya bersifat menghakimi, sedangkan evaluasi bersifat membimbing. 

    Pada prakteknya, dua hal ini masing-masing memerlukan perhatian khusus. Akreditasi memang memerlukan data hasil evaluasi sebagai bahan untuk dinilai namun, tetap berkiblat pada standar yang telah ditentukan. Proses ini memiliki tendensi objektivitas yang tinggi karena memerlukan kondisi dan iklim yang steril dalam pelaksanaanya. 

    Sedangkan evaluasi berjalan dengan subjektif untuk memahami perencanaan dan proses dalam menemukan kekurangan, ditambah objektifitas dalam memberikan koreksi pada praktisi. Subjektifitas dalam evaluasi juga diperlukan dalam kepekaan untuk mendeteksi adanya gap sebagai penyebab kekurangan dalam pelaksanaan.

    Perebedaan dari keduanya membuat dua tugas tersebut akan memburuk bila dilakukan dengan individu yang sama pada waktu yang bersamaan. Faktanya hal tersebut telah terjadi dan dilaksanakan selama lebih dari dua dekade. Adanya badan evaluasi yang mandiri di luar badan akreditasi akan sangat membantu dalam menjernihkan kolam pendidkan Indonesia yang telah lama keruh. Kemudian, strutural badan akreditasi dan badan evaluasi akan lebih sehat bila terpusat dan diluar kuasa pejabat daerah. Selain lebih sehat, juga membantu dalam meringankan beban pejabat daerah (kepala daerah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun