Mohon tunggu...
Tika Muliasari
Tika Muliasari Mohon Tunggu... Lainnya - Pluviophile

Halo, namaku Tika Muliasari. Aku saat ini berkuliah di Universitas Neger Malang, program S1 Geografi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Teknologi Menjadi "Juru Selamat" bagi Pedagang UMKM di Tengah Pandemi

21 Desember 2020   21:56 Diperbarui: 21 Desember 2020   22:08 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

10-15 tahun yang lalu, mungkin tak ada yang menyangka bahwa suatu saat akan ada sebuah alat berbentuk balok yang dapat memudahkan berbagai pekerjaan manusia hanya dengan sentuhan dan bisa dibawa kemanapun hanya dengan menggegamnya. Kini, alat tersebut kita kenal dengan nama smartphone. Sesuai dengan namanya, alat mungil ini bisa melakukan berbagai hal yang mungkin sulit jika dilakukan oleh manusia secara manual. Smartphone juga telah merangkap fungsi beberapa gadget yang sejak lama kita gunakan seperti kamera, jam, kompas, music player, televisi, dan lain sebagainya.

Meskipun teknologi telah membuat hampir seluruh lini kehidupan menjadi lebih mudah, tetap saja terdapat dampak negatif dari adanya teknologi yang terus berinovasi ini. Misalnya banyaknya penipuan secara daring, maraknya informasi yang dapat menimbulkan kekacauan, meningkatnya rasa malas karena sudah terbiasa dimanja oleh teknologi, hingga meningkatnya peristiwa bunuh diri akibat cyber bullying. Teknologi ibarat benda tajam, bisa bermanfaat namun juga bisa berbahaya.

Sisi positif dan negatif dari teknologi tentunya menimbulkan pro dan kontra. Ada yang pro dalam artian menerima kehadiran teknologi dan memanfaatkannya untuk memudahkan pekerjaan, ada pula yang menolak mentah-mentah dan berusaha mempertahankan metode lama, bahkan seringkali terjadi penyerangan kepada mereka yang dianggap merebut rezeki akibat adanya teknologi. Dari berbagai peristiwa yang ada, orang yang mau beradaptasi dengan teknologi lah yang lebih bisa bertahan dan berkembang.

Tahun 2020 merupakan tahun yang pelik. Seluruh masyarakat di dunia digemparkan oleh kemunculan wabah covid-19. Seketika dunia kacau balau akibat kehadirannya, hampir semua orang panik. Sekolah ditutup, orang-orang dibatasi untuk keluar rumah, penimbun masker bermunculan dan harganya melejit naik, pekerja dialihkan untuk bekerja di rumah, dan mirisnya lagi tak sedikit pekerja yang terkena PHK akibat perusahaan yang juga tak mampu untuk bertahan. Disaat semuanya terpaksa harus berhubungan dari jarak jauh, disinilah teknologi mengambil peran penting.

Salah satu sektor yang paling terkena dampak pandemi adalah dunia kuliner. Himbauan untuk tidak keluar rumah dan menerapkan protokol kesehatan membuat banyak restoran harus memutar otak untuk tetap bertahan. Diantaranya adalah menjual makanan dalam bentuk frozen food, menggunakan jasa endorsement dan paid promote dari influencer sosial media, membuat berbagai gimmick untuk menarik perhatian, diskon, dan lain sebagainya. Hampir dari semua itu dilakukan menggunakan peran teknologi, yaitu menyampaikan informasi melalui internet tanpa harus bertemu secara langsung. Bertahan disaat pandemi memang tantangan yang sangat berat, namun kehadiran teknologi terbukti membuat kita bisa bertahan sampai detik ini. Meskipun naasnya, tak sedikit pula restoran yang akhirnya harus gulung tikar.

Mahasiswa merupakan pasar yang sangat besar bagi penggiat usaha kuliner. Keputusan pemerintah untuk melakukan perkuliahan secara daring merupakan pukulan yang berat bagi pengusaha bidang kuliner, karena artinya hampir semua mahasiswa terpaksa akan kembali ke kampung halaman dan meninggalkan daerah tempat mereka berkuliah. Keberadaan penduduk setempat tentu kurang bisa diandalkan, mengingat mereka biasanya lebih sering memasak sendiri di rumahnya. Ditambah dengan kondisi pandemi, hampir semuanya terpaksa harus menghemat pengeluaran.

KEINGINAN KUAT UNTUK MEMBANTU SEKITAR

Sudah hampir setahun, pandemi di Indonesia tak kunjung mereda, justru sebaliknya malah bertambah parah. Celakanya, orang-orang mulai kurang peduli, bahkan kelihatannya mereka sudah lupa bahwa dunia sedang diterpa pandemi. Meskipun kehidupan perlahan berjalan normal, usaha kuliner nampaknya belum begitu membaik, terlihat dari masih banyaknya warung makan yang tutup. Melihat kondisi ini, saya sebagai mahasiswi secara spontan tergerak untuk membantu orang di sekitar sesuai dengan hal yang mampu untuk saya lakukan. Saya mengunjungi salah satu warung nasi goreng yang tampaknya masih eksis ditengah sunyinya jalan Nasi Goreng Godong, namanya terdengar tidak asing di aplikasi pemesanan makanan online yang sering saya gunakan.

dokpri
dokpri
Benar saja, adanya teknologi untuk memesan makanan secara online merupakan salah satu penyelamat warung ini dari terpaan pandemi. Bahkan sejak sebelum adanya pandemi, orderan melalui pemesanan online justru lebih banyak dibandingkan pemesanan secara langsung ke lokasi. Kepraktisan, promo besar-besaran, dan padatnya jalanan Kota Malang merupakan daya tarik yang kuat bagi konsumen untuk memesan secara online dibandingkan memesannya secara langsung ke warung.

Bayu, pemilik warung nasgor ini bercerita bahwa Nasi Goreng Godong sudah berdiri selama 4 tahun, termasuk waktu yang lama untuk usaha kuliner yang lokasinya berada  di lingkungan mahasiswa. Warung ini mengusung konsep chinese food yang halal namun tetap ramah untuk kantong mahasiswa. Menu yang tersedia sangatlah beragam dan terbilang sangat lengkap untuk sebuah warung nasi goreng di pinggir jalan. Di kalangan mahasiswa, menu favorit adalah nasi goreng orak arik telur, nasi goreng ayam, dan nasi goreng komplit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun