Mohon tunggu...
Tikah Kumala
Tikah Kumala Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mencintai tulis menulis | Editor Akuisisi di Stiletto Book | Aktif di Sanggar Kemanusiaan Jogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Catatan Pengganti Doa Buat Pelayanan Umum yang Jauh Lebih Baik

19 September 2012   07:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:14 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu tahun yang lalu, eh, lebih dari setahun yang lalu. ketika aku kembali pulang menaiki kereta api. Aku hampir menangis ketika di jendela kereta, di pintu-pintu gerbong terpampang tulisan "Pedagang Asongan dilarang berjualan di Kereta Api". Apa-apaan ini batinku. Mau dikemanakan pedagang-pedagang itu jika di luar kereta api pengangguran telah antri mengharap nasib baik.

Kemudian isu-isu penertiban itupun berembus. Sampai sekarang, peraturan itu kini menjelma jadi jeruji. Makin ketat makin tak kenal kompromi. Di antara penertiban itu, aku bersyukur karena pedagang asongan, pengamen bahkan banci kereta api masih bisa beroperasi. Sebab, penertiban itu rupanya diberlakukan hanya untuk para penumpang.


Kini, tak lagi gampang mencari tiket untuk perjalanan yang direncanakan mendadak. Kereta api ekonomi sekalipun telah berubah menjadi alat transportasi yang ekslusif. Kenyamanan terjamin, tidak perlu berebut kursi. Alat transportasi yang murah namun sulit dijangkau sewaktu-waktu.

Seperti tanggal 1 Sepetember lalu. Setelah mengisi formulir sesuai KTP dan berdiri di antrian menuju loket kereta Pasundan, aku belum juga bernasib baik. Aku menyodorkan formulir tersebut ke petugas loket. Formulir yang kuisi untuk pembelian tiket tanggal 4 September.

"Ini ekonomi atau yang AC, Mbak?" tanya petugas loket karcis.

"Ekonomi Mbak, Kereta Pasundan. "kataku. Sengaja kutegaskan kata Pasundan supaya memperjelas bahwa aku tahunya kereta pasundan itu ya kereta ekonomi.

"Nggak ada Mbak, Pasundan adanya yang AC, harganya 120 ribu" Petugas itu menjelaskan padaku sembari mengembalikan formulir yang kuserahkan. Aku terheran-heran. Demi Tuhan, selama di Jogja aku pulang ke Cilacap selalu memakai kereta Pasundan, kereta ekonomi yang sekarang harganya 35 ribu. Bahkan lebaran yang jatuh bulan lalu aku masih menaiki Pasundan sampai Cilacap. Ada apa ini? Kenapa petugas loketnya justru bilang Pasundan itu kereta ber-AC. Jelas-jelas aku belum pikun. Pasundan itu kereta ekonomi non AC.

Aku mundur dari depan loket tapi belum benar-benar mau pergi. Aku kembali menongolkan wajahku ke kaca. "Yang Pasundan beneran ndak ada yang ekonomi ya Mbak?" tanyaku penuh rasa penasaran.

"Iya Mbak, nggak ada. " seru petugas tiket itu dengan microfon.

Akupun akhirnya mundur. Kudatangi satpam penjaga pintu. Lelaki yang tadi kumintai formulir sebelum mengantri. Aku datang penuh harap.

"Mas, apa Pasundan ekonomi itu udah ndak ada lagi? Kok katanya adanya AC."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun