Mohon tunggu...
Tigaris Alifandi
Tigaris Alifandi Mohon Tunggu... Teknisi - Karyawan BUMN

Kuli penikmat ketenangan. Membaca dan menulis ditengah padatnya pekerjaan | Blog : https://tigarisme.com/ | Surel : tigarboker@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Balap

Valentino Rossi, Antara Romantisme dan Modernisasi MotoGP

12 September 2018   15:55 Diperbarui: 12 September 2018   16:09 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah kenapa sejak tahun lalu, The Doctor, sang legenda hidup MotoGP yang belum gantung helm (entah kapan) tak mampu berbuat banyak di lintasan tak seperti beberapa tahun lalu. Di mana ia bahkan nyaris juara dunia sebelum teori konspirasi (yang ia percaya) menggagalkan ambisinya, meraih gelar juara dunia ke 10 di semua kelas. Andai itu terjadi, bisa jadi ia akan pensiun lebih cepat.

Timnya mengalami masalah klasik, sejak tahun lalu, bahkan entah sampai kapan bisa diatasi. Kuda besi miliknya bermasalah dalam urusan akselerasi. Dalam beberapa kesempatan kita saksikan Rossi harus "banting tulang" mengejar Suzuki dan tim satelit lainnya yang terkadang tampil mengejutkan. Seharusnya Yamaha beradu cepat dengan dua pabrikan kelas kakap, Ducati dan Honda, disanalah "kelasnya" Yamaha, bukan dengan tim satelit.

Mulai dari piranti elektronik, sasis, keausan ban, hingga masalah mesin. Tampaknya Yamaha menghadapi masalah yang kompleks, butuh penanganan yang menyeluruhdan intensif. Tak bisa sekedar mengatasi satu persoalan, karena mereka sudah mengalami "komplikasi".

Tak kaget bagi saya perihal masalah yang dialami Yamaha ini. Mereka acap kali terlambat berinovasi menerapkan teknologi yang mumpuni bagi motornya. Seakan terjebak dengan romantisme kejayaan yang pernah mereka raih dengan duo maut Vale dan Lorenzo,beberapa tahun lalu. Dunia akan terus berputar lebih cepat dari yang anda bayangkan. Modernisasi teknologi yang bertindak sebagai "penyeleksi".

Honda memang lebih cepat mengaktualisasikan diri dengan modernisasi teknologi. Mereka memperkenalkan teknologi HITCS, versi lama di 2004 dan versi anyar di 2007,untuk memuluskan pergerakan motor mereka. Di 2011 mereka melakukan lompatan besar dengan menggunakan seamless gearbox.

Ducati di bawah Luigi Dall'igna sangat responsif dalam hal inovasi. Mereka adalah pelopor winglets pada fairing (pada akhirnya dilarang karena alasan keamanan,namun be-reinkarnasi dalam bentuk yang berbeda). 

Sekarang Ducati menjelma menjadi pesaing tunggal yang mampu menandingi Honda di berbagai karakteristik lintasan. Padahal, dahulu mereka dikenal sebagai "kuda besi liar" dengan power luar biasa, tak jarang pembalap sulit mengendalikannya di tikungan. Namun, lain dulu lain sekarang, Ducati tak hanya garang di trek lurus. 

Di tikungan pun, Ducati lebih mulus. Selain inovasi mekanik mereka, ada masukan penting dari pembalap yang menjadi penunggang Desmosidici. Ya, dari Rossi sang "dokter" segala motor, Iannone dengan gaya balap ngototnya, Dovizioso sang master "late brake" dan Lorenzo dengan gaya balapnya yang cenderung halus.

Lain dengan Honda dan Ducati, Yamaha memang agak sedikit lamban berinovasi. 2002 YZR M1 masih memakai sistem karburator. Sempat berjaya di era 2008 hingga sekitar 2016, masih bisa bersaing "pada tempatnya". Seamless gearbox pun baru diaplikasikan pada 2015,selisih 4 tahun dengan Honda.

Dengan adanya piranti elektronik Magnetti Marelli, motor MotoGP dianggap sebagai "turunan robot". Ya, ECU bisa mengeluarkan performa motor dengan maksimal, namun di sisi lain juga mampu membatasi kemampuan motor. Kontrol terhadap Wheelie dan Traksi motor, elektronik yang berbicara.

Beda seperti dulu, kenang The Doctor. Dahulu pembalap mengandalkan insting dalam membalap, tapi sekarang semuanya berlomba dengan teknologi. Apapun yang kurang menurut sang pembalap, tinggal minta yang lebih canggih. Kata Rossi, itu mengurangi "keintiman" antara rider dan kuda besinya.

Saya sebagai orang awam, dan sesama orang awam "jagongan" lalu muncul argumen, bahwa "MotoGP sekarang, sekilas pembalap yang beradu cepat, tapi sebenarnya segalanya dikendalikan layaknya robot. Semuanya ya elektronik yang berbicara", sebuah konklusi yang muncul dalam benak saya setelah membaca tulisan dari Tirto.

Ya, teknologi akan selalu berkembang. MotoGP akan selalu berkembang juga di bawah Dorna. Modernisasi menjangkau segala bidang, tak terkecuali olahraga. Kecanggihan teknologi bisa jadi menentukan prestasi yang diraih. Rossi memberikan pelajaran mahal bagi kita, jangan gaptek, jangan menolak perubahan. Yang menolak perubahan akan tersingkir, cepat ataupun lambat.

Lekas sembuh Yamaha!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun