Mohon tunggu...
Tigaris Alifandi
Tigaris Alifandi Mohon Tunggu... Teknisi - Karyawan BUMN

Kuli penikmat ketenangan. Membaca dan menulis ditengah padatnya pekerjaan | Blog : https://tigarisme.com/ | Surel : tigarboker@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

Bersabarlah,penggemar bola Indonesia

24 Januari 2018   17:49 Diperbarui: 24 Januari 2018   17:53 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika Artikel ini ditulis, hangat menjadi pembicaraan belakangan tentang keberhasilan Vietnam lolos ke Final Piala Asia U-23.Tim asuhan Park Hang Seo berhasil mengalahkan Qatar di Semifinal lewat adu penalti, setelah pertandingan berakhir dengan skor imbang 2-2 di waktu normal dan Extra Time. Lolosnya Vietnam,yang cukup mengejutkan, menjadi bukti sahih bahwa persepakbolaan Asia Tenggara sudah bisa bersaing di tingkat kontinental, setelah keberhasilan Thailand lolos ke fase grup terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2018 Rusia.Ya,Thailand dan Vietnam mulai unjuk gigi di Asia, mereka tampaknya sedang "take off" dari persaingan tingkat ASEAN menuju jenjang lebih tinggi di kawasan Asia. 

Ketika berita kemenangan Vietnam di semifinal tersebar, saya membuka Sosmed dan coba melihat berbagai reaksi warganet Indonesia.Ada yang turut bangga karena Vietnam sebagai bagian dari wakil ASEAN, tapi kebanyakan mulai berkomentar nyinyir "Kapan Indonesia begini",berargumen tentang kebijakan persepakbolaan nasional. Secara garis besar, banyak yang mempertanyakan "Negara lain sudah begini, Indonesia kapan juara? "

Menurut saya,jangan kita mulai mencibir timnas kita dengan membandingkan keberhasilan negara tetangga, setidaknya kita harus selalu support timnas, tidak terus mencemooh,dan monitoring bagaimana PSSI mengelola persepakbolaan kita lewat media,itu saja mungkin yang bisa kita lakukan sebagai penikmat bola tanah air.Doa kita semua pasti timnas diharapkan terus berkembang dengan meraih prestasi yang lebih baik. 

Bahwa apa yang didapatkan Vietnam, Thailand di kawasan ASEAN, Perancis, Spanyol,dan Jerman di tingkat dunia bukanlah hasil kerja semalam.Mereka memulainya jauh dari dulu, dengan program yang sistematis dan efektif yang dijalankan secara konsisten, memegang erat filosofi yang dipercaya, serta selalu memperbaiki prasarana,kualitas SDM dan kompetensinya, sembari selalu berinovasi bagaimana sepak bola sekarang ini berkembang sangat pesat. 

Apa yang diperoleh Perancis sekarang dengan generasi emasnya yang bertalenta, dan yang mereka raih di Piala Dunia 1998 adalah hasil dari jerih payah berinvestasi besar dengan membangun Pusat Sepak Bola Clairefontaine yang dibuka pada 1988.Mereka tidak hanya meningkatkan kualitas prasarana,SDM dan teknologi di bidang sepakbola, tetapi juga menanamkan filosofi bermain yang mereka anut. Pernah saya membaca bahwa skema 1-4-3-3 menjadi formasi ajar yang pakem di seluruh pelosok negeri dalam pembinaan usia muda. Kompetisi usia muda juga digalakkan,dan hanya pemuda berbakat terpilih yang bisa masuk di Clairefontaine. Secara konsisten hal itu dilakukan sampai sekarang.

Apa yang diraih Jerman dalam sedekade ini tak lain karena sejak lama model pembinaan usia muda yang mereka praktikkan terstruktur dan memang efektif, didukung dengan klub di kompetisi domestik yang gemar memberikan waktu bermain melimpah kepada pemain muda.Spanyol yang tetap konsisten dengan tiki-takanya, karena mereka tak akan bisa menang dengan hanya mengandalkan fisik.Filosofi ini dipegang teguh sampai sekarang,dan diberi sedikit inovasi mengingat antitesis tiki-taka sudah ditemukan. Bahkan, tim amatir Junior Spanyol rata-rata ditangani pelatih berlisensi UEFA-Pro mengingat sumber daya pelatih berkualitas mereka sangat melimpah.Seingat sumber yang pernah saya baca, 20 ribu pelatih Spanyol sudah berlisensi UEFA-Pro. Luar biasa!!!!. 

Thailand yang selalu merajai ASEAN,meskipun sempat terpuruk di 2010-2011,selalu berupaya menyelenggarakan kompetisi domestik yang berkualitas di berbagai level usia.Didukung juga dengan prasarana yang berkualitas serta inavestasi di sepak bola yang menggeliat menuju fase industri profesional sepak bola.Dan Vietnam, yang menetapkan Jepang

 sebagai kiblat sepakbolanya,berinvestasi dengan membangun prasarana kelas dunia di My Dinh.Hoang Anh Tuan, ketika melatih Vietnam U-19 mengatakan tidak kesulitan mencari bibit pemain muda karena banyak "kantong" stok pemain muda lewat kompetisi usia muda yang banyak diselenggarakan disan

.Miris jika kita bandingkan dengan Coach Indra Sjafri yang "blusukan" mencari pemain ke seantero Nusantara.

Bahwa Ketum PSSI Edy Rahmayadi dalam kongres tahunan Januari 2018,menargetkan pada 2046 kita lolos Piala Dunia dan 2024 kita harus lolos Olimpiade.Melihat kondisi sekarang, timnas memang bergerak berkembang ke arah yang positif. Pembinaan Usia Muda mulai menjamur, juga otoritas sepak bola selalu berusaha menanamkan Filanesia dari level grassroot hingga tingkat tim nasional. Dalam Kursus lisensi pelatih dimasukkan Filanesia sebagai kurikulum wajib, nantinya diharapkan pelatih tersebut menanamkan Filanesia di tim miliknya.Kita mungkin harus serius menggarap kompetisi domestik yang profesional,tidak kontroversial, yang berkualitas sebagai wadah "finishing" bibit muda menuju level profesional. Dan  juga Sport Science yang harus selalu kita kembangkan dan aplikasikan mengingat banyak negara mulai "melek" di iptek dan inovasi sepakbola. 

Terakhir, kita harus konsisten terhadap apa yang telah kita programkan.Jangan sampai ada unsur kepentingan di luar sepak bola dalam tubuh PSSI yang mengganggu "pondasi yang baru kita bangun".Kita harus percaya pada Filanesia yang kita pegang teguh, tanpa filosofi sepak bola kita akan berlari tanpa arah,tanpa pakem,mudah berubah tergantung pelatihnya.Harus ada Paradigma Sepak Bola jika kita ingin terbang jauh dari wilayah Asia Tenggara ke tingkat Asia bahkan Dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun