Tema yang berat untuk diurai. Nisbi, subjektif, abstrak, pun fluktuatif.
Nabi Ibrahim harus berlama-lama memperpanjang tanya, tanya dari fenomena. Di pucuk-pucuk itu, beliau mencari-Nya, Tuhan, Allah swt. Roshululloh pun demikian, mengalami proses panjang untuk menemukan Tuhan. Proses yang sepenuhnya berada dalam skenario Yang Ingin Ditemukan.
Maka tidak aneh jika gus Mus juga bertanya, mempertanyakan mereka yang ingin menemukan,. "Apakah engkau sudah faham Tuhanmu...?". Begitu kira-kira tanya dia. Maka menjadi gaduh ketika "manunggaling kawulo Gusti" beredar di pemahaman awam. Bukan karena HEBATnya yang mengedarkan, bukan karena awam ORA NUTUT pemahamannya. Bukan, buka karena itu adalah sesuatu yang baru.
Bukan, bukan karena itu. Tetapi sebab ketinggian eksistensi Tuhanlah yang mengajak pikir manusia harus "terpecah" kemana-mana.
Berat tema ini.
Maka menjadi aneh ketika ada yang ringan saja meletakkan keberadaan Tuhan seperti mahkluk adanya. Jelas, mereka yang demikian itu bukanlah awam, tetapi "mahkluk yang ingin menjadi Tuhan tetapi tidak kesampaian".
Di Ramadhan, kita tidak diwajibkan "menemukan", tetapi berpuasa, dengan dasar keimanan untuk mencapai ketaqwaan.
“Ya ayyuhal-lazina amanu kutiba ‘alaikumus-siyamu kama kutiba ‘alal-lazina min qublikum la’allakum tattaqun”. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
Kata kuncinya berada pada Iman dan Taqwa, tanpa Iman maka tidak akan menghasilkan taqwa. Taqwa itu : tunduk patuh, mentaati yang diperintahkan Tuhan menjauhi yang dilarangNya.
Mari, fokus ke itu saja. Kita berzikir, kita tidur, kita taraweh, kita puasa, kita iktikaf, kita menulis, kita berceramah, kita berbagi postingan, saling menyapa, di bulan Ramadhan ini DIUPAYAKAN atas dasar keimanan untuk meraih jiwa yang bertaqwa.
Inipun berat, berat juga. Tetapi tidak berat jika berlatih dan berupaya, sembari memanjatkan doa untuk diberi kemudahan oleh Tuhan, Allah swt. untuk mencapainya.