Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Murid Kita, Mucikari...???

22 Juni 2013   22:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:35 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13719153291471665040

MURID KITA, MUCIKARI.....???

Tuhan, Kembali Engkau Tunjukkan khilaf kami lagi. Baru sejenak kami bernafas dari tiga kejadian yang hampir sejenis Engkau pertontonkan lagi Kalau aku, yang diamanati, yang mengasuhnya Lengah akan uang jajannya. Kalau aku, yang dipercaya membasuh fikirnya Angkuh, hingga terjerembab dalam pelukan yang tidak seharusnya Kalau aku, yang seharusnya teman bermainnya Tidur pulas oleh ego sendiri Kalau aku, yang telah memilihku, dalam hatinya, pertiwi ini Terlalu sibuk membuat janji-janji! Senyum yang semestinya ranum di lima sepuluh tahun lagi harus gugur Binar mata perawan itu, gelap mengiringi trauma tak bertepi senyum tipis dengan nafas harum kini semburat tak beraturan arah Terjemput bangkai kenistaan yang sekarang, tertimang zaman! Tuhan, Indah, Engkau tuliskan ini ketika aku terkoyak-koyak juga Tersungkur aku tanpa tahu di mana, Yang teryakini tulisan apa lagi yang hendak Engkau buat ........... disadur dari : http://bermututigaputri.guru-indonesia.net/artikel_detail-44079.html

Waspada atau siaga dengan keadaan ini, seorang siswa belia sudah berani mengais rezeki dengan penuh talenta di ladang yang sudah harus menggugah kesadaran kita. Akhiri kata menyalahkan, apalagi mencemooh, seolah ini adalah DOSA dia. Sikap Poltabes cukup elegan, tidak menahan, memberikan layanan psikologi, sembari mencatat BAP-nya. Tepat kiranya. Media, dengan segala kehausan berita, mengcloos cerita ini tanpa henti.

Mari, Anda yang sedang menonton tragedi ini jangan berlagak apapun. Tangkap tontonan ini, poles dengan kemampuan yang ada, agar tidak menjalar menjadi cerita "sarkasmik". Sebuah cerita yang selalu "seolah-olah" kemudian dilemparkan ke tempat menjijikkan, namun, disekali waktu nanti muncul lagi dengan seragam baru yang lebih "membelalakkan mata".

Mari, Anda, saya, menghadirkan senyum tatap sayang kepada mereka, meski harus berdarah-darah pembuluh darah kesadaran kita. Ada peran dosa kita di sana, ada kenistaan yang sempat kita titipkan dalam lakon ini. hapus itu dengan tetes air mata, walau hanya satu dua, ataukah cukup berkaca-kaca.

Jangan lihat ini adalah kasus temporal. Inilah yang sejatinya buah dari komulasi kenistaan yang sekarang begitu di timang oleh zaman. Lebih sitemik dari pada sistem perundangan yang ada, lebih silent dari pada teroris hebat di jamannya. Ini adalah selimut lembut yang akan memusnahkan kita sekaligus huniannya juga.

Penulis teringat puisi Cak Nun :

Kemana, anak-anak kita itu. Kemana, anak-anak kita itu, anak anak yang dilahirkan oleh bangsa ini dengan seluruh keringat, dengan luka, dengan darah, dengan kematian!!! Kemana, anak-anak kita itu Kemana, anak-anak yang dilahirkan oleh sejarah .......................... Aku melihat anak-anak itu lari tunggang langgang anak-anak itu diserbu oleh rasa takut yang mencekam .......................... Tapi kita iseng... kita tidak serius terhadap nilai-nilai Bahkan terhadap Tuhan pun KITA SETENGAH HATI...........!!!

Masihkah hilang kesadaran ini, kalau jengkal langkah mereka kitapun harus ikut memegangkan kuas hidupnya. Teremat ego diri ini, kalau masih bersembunyi dikhusuknya diri. Anak-anak itu ternyata sudah tunggang langgang. menggores-goreskan kuasnya agar kita tahu kalau mereka SUDAH TAK TERSAPA LAGI. Sementara kita, enjoy menghitung apa yang akan KITA TUMPUK.....

Kita adalah aku, penulis

Kita adalah orang-orang tercintanya, mungkin anda.

Kita adalah negara, yang bernama INDONESIA!

(Ungkapan keprihatinan yang cukup serius untuk kalian, lima-delapan orang putri. Maafkan, hanya ini yang bisa aku persembahkan untuk ikut merasakan luka hidup kalian....)

Kertonegoro, 13 Juni 2013

Salam,

Berangkat Dari Hati Untuk Menumbuhkan Energi Positif

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun