Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mana Suaramu, Gus?

15 April 2016   13:11 Diperbarui: 15 April 2016   13:19 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="debat"][/caption]

KLU Hari Ini

K.H. Hasyim Muzaddi, beberapa waktu lalu mengapresiasi upaya Muhammadiyah dalam mengadvokasi kasus Siyono. Beliau mengatakan, ini bukan hanya permasalahan Muhammadiyah, tetapi permasalahan Islam.

Cak Nun, dengan puisi sentilan singkatnya terus menggempur wacana bumi Nusantara. Yang terakhir, puisi "Itulah Indonesia". Seakan memberikan warning ke bangsa ini, Indonesia mulai tenggelam menjadi "tuan rumah".

Pak Din pun bersuara keras, masih tentang kasus Siyono, Untuk tokoh yang satu ini sudah tidak bisa dihitung berapa puluh kali suaranya setiap terjadi masalah ummat dan kebangsaan.

Tiga tokoh yang masih terasa terusik empatinya setiap kali masalah ummat terjadi di bumi Pancasila ini.

Sungguh, saya merindukan balsemnya Gus Mus, tidak hanya tentang otokritik terhadap ummat Islam, tetapi juga tentang kesemestaan,

Ketika gus Mus, mengkritik jenggot dan celana cingkrang serta jidat gosong, begitu euphoria kritkian itu disambut. Sayang, yang menyambut gembira bukan ummat Islam..

Kini, saya merindukan puisi balsem Gus Mus tentang penggusuran, tentang jeritan kaum papa, tentang pemimpin pemabok. Saya sangat merindukan klitikan kata-kata beliau yang nakal itu.

Artinya, ummat Islam harus bersatu. Tokoh-tokoh ummat harus pula bersinergi. Bukan untuk mendirikan negara Islam. Bukan untuk menjadi pendiskrimasi mayoritas. Tetapi untuk menampung keluh kesah ummat, menyambut keluh kesah masalah ummat.

Ah, saya sangat yakin Beliau-beliau yang saya sebut di atas tahu persis permasalahan bangsa ini. Dan di tangan beliaulah harapan ummat Islam sebagian dititipkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun