Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ronde Malam (Cerbung Bagian 4)

2 Agustus 2020   13:23 Diperbarui: 2 Agustus 2020   13:19 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dari indokaskus.blogspot.com

Cuplikan cerita seminggu lalu :

 

"Mas, tidak seharusnya kita berpisah seperti ini...?", ucap Wiwik. Tangis tak lagi terbendung.

"Suamimu dimana?", tanya Iksan lagi terasa ada kekhawatiran.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku, Mas. Kamu tega!". Parau suara keluar.

---

"Aku, sadis ya Mas...?", ucap lirih Wiwik, hendak meninggalkan rumah sederhana itu.

Ia lirik sebentar yang ditanya, lalu ia hempaskan pandangannya ke lantai tanah, teras depan rumah sederhana. Rumah yang akan menjadi mimpi dari sebuah cerita asmara.

Sepertinya, Wiwik berserah untuk tidak akan dijawab

Ikhsan hanya terdiam. Pandangannya kosong menatap persawahan. Awan masih putih dengan sinar fajar yang melukis kekuning-kuningan langit pagi. Tidak ada air mata. Wajah lelaki itu lebih tertutup gelisah.

Keduanya tidak ada yang hendak beranjak. Wiwik, mendekap erat bungkusan yang sejatinya ingin ia serahkan kembali ke Ikhsan. Apalacur, Ikhsan memintanya untuk dibawa kembali, atau terserah di buang kemana.

Kaki lelaki itu bergerak sedikit, melangkah sedikit lebih mendekat pada perempuan yang memang ia cinta. Wiwik terdiam...

"Kamu petarung Dik! Kamu fighter".

Ia ulurkan tangan dihadapan wanita yang masih memaku tertunduk. Serasa terdengar lebih pas sebagai ucapan kebanggaan dan semangat, ataupun selamat. Pada Wiwik.

Wiwik malah memalingkan muka, membiarkan tangan itu terjulur. Teras rumah semakin beku! Embun pagi menyingkir. Terdesak ribuan asa bersama tanda tanya yang memenuhi pikir keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun