Sajadah baru saja dilipat. Mata nanar usai menikmati dua per tiga malam tak mampu hilangkan ayunya. Menggeliat dengan daster sepertiga tubuh, menjadi hiasan rutin nan indah di pojok dapur sederhana rumah tua.Â
Si mbok, sibuk dengan persiapan sarapan pagi.Â
"Aku tidur dulu, Mbok", lemah suaranya, bersamaan melintas pinggul indah dihadapan wajah renta ibu tua hampir satu abad.Â
Ia lirik gendhuk satu-satunya. "Mbok ngopi dulu, temani Aku sebentar saja...". Merdu suara Mbok, menampakkan jelas rasa welas asih, untuk anak semata wayang.
"Iya, sedelo wae ya, Mbok...". Terasa tak bernyawa.
Yang diajak bicara malah keluar dapur, menenteng piring-piring kotor kotor sisa semalam. Masuk lagi, mendekati Wiwik, yang terlentang di dipan usang. Sepertinya sengaja menyentuhkan tagannya pada paha gendhuk yang sebagian tidak terjamah kain daster.Â
"Kamu lelah ya Wik...?", tanya wanita renta itu, sambil memijit.Â
"Ngga Mbok, cuma agak bosan", jawab wiwik memiringkan tubuh menghadap si Mbok.Â
Tangan wanita tua itu semakin keras memijat paha Wiwik. Sesekali terdengar jeritan geli.Â
"Ya kalo sudah bosan mbok ikut Lasmi ke Saudi", sambil memijat.Â
"Kasihan Wanto, Mbok...", bisiknya, masih terlihat ngantuk yang dahsyat.Â