Beberapa tahun lalu, saya mengalami kejadian horor yang hingga kini masih sulit saya lupakan. Saat itu sekitar pukul dua atau tiga dini hari, ketika udara masih sejuk dan langit tetap gelap. Saya terbangun dari tidur, entah mengapa, tapi saya memang sering terbangun di jam-jam tersebut, seolah sudah menjadi kebiasaan. Namun malam itu terasa berbeda.
Saat saya hendak memejamkan mata kembali, telinga saya menangkap alunan suara gamelan dari kejauhan. Irama tradisional Jawa itu terdengar lembut, mengalun pelan menembus keheningan malam. Saya sempat berpikir, siapa yang memainkan musik di waktu subuh begini? Atau mungkin hanya ada seseorang yang memutar lagu gamelan?
Namun pikiran positif saya langsung terpatahkan saat suara seorang perempuan terdengar menyanyikan lagu dalam bahasa yang tak saya mengerti. Suaranya merdu, terlalu merdu, namun justru membuat bulu kuduk saya berdiri. Ada sesuatu yang terasa sangat janggal.
Saya terdiam. Rasa penasaran dan ketakutan bercampur menjadi satu. Saya melirik ke sekeliling, semua anggota keluarga masih tertidur pulas. Tubuh saya mulai dibasahi oleh keringat dingin.
Lalu mata saya menangkap sesuatu. Seorang perempuan berdiri di depan saya. Ia terlihat nyata, tapi saya tahu, ia bukan manusia. Ia mengenakan kebaya hijau dengan selendang yang melambai lembut, rambut panjangnya terurai, dan wajahnya cantik luar biasa. Tapi justru karena itulah saya merasa sangat takut.
Ia mulai menari perlahan, masih dengan nyanyian lirih yang tak saya pahami. Dan kemudian, ia menatap saya.
Tanpa berpikir panjang, saya langsung membangunkan nenek yang tidur di sebelah saya. Namun sejak malam itu, ada sesuatu yang aneh yang terus saya rasakan. Selama tiga malam berturut-turut, sosok itu selalu datang di jam yang sama, dengan udara yang sama. Ia terus menari dan menyanyi dalam lirih yang tak pernah saya pahami.
Namun pada malam terakhir, ada yang berbeda. Sosok penari itu tampak menangis. Wajahnya seperti meminta tolong, penuh kesedihan yang sulit saya jelaskan. Entah mengapa, rasa takut saya berubah menjadi rasa iba. Saya ingin menyapanya, ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Tapi saya tidak bisa. Saya tidak mengerti bagaimana caranya berkomunikasi dengannya, dan dia pun hanya menatap, lalu menghilang.
Saya pernah ingin menuliskan pengalaman ini. Tapi setiap kali saya mencobanya, selalu muncul perasaan yang sama, seolah dia tahu. Seakan-akan ia hadir kembali, berdiri di dekat saya, mengawasi dan ikut membaca bersama.
Ditulis Oleh : Tiffany Vanessia