Mohon tunggu...
Kurnia Nasir
Kurnia Nasir Mohon Tunggu... Musisi - musikus jalanan

musikus jalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Radikalisme dan Upaya Penghentiannya

23 Januari 2021   09:23 Diperbarui: 23 Januari 2021   09:36 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian dari kita mungkin masih ingat betapa dahsyatnya bom yang terjadi di Surabaya sekitar dua tahun lalu. Tiga bom utama menghancurkan tiga gereja di dalam kota Surabaya. Setelah itu bom juga meledak ketika seseorang merakitnya di pinggiran kota Surabaya tepatnya di Sidoarjo. Tak lama kemudian bom kembali meledak di kantor polisi pusat Surabaya. Sama dengan bom-bom sebelumnya, bom itu cukup dahsyat karena mewasakan pelakunya sendiri.

Tiga bom utama yang meledak di tiga gereja, dilakukan oleh satu keluarga yang punya prespektif yang berbeda soal agama. Jihad mereka maknai dengan 'berperang'dan membunuh musuh, dan musuh itu adalah kaum yang mereka anggap sebagai kafir seperti kaum Kristen, atau kaum yang berbeda dengan mereka.

Otak dari aksi itu diyakini adalah kepala keluarga itu. Dia diyakini memiliki prespektif agama yang berbeda dengan Islam moderat karena keluarga ini memiliki guru ngaji anak yang setelah bom itu terjadi, ditangkap. Dari situ polisi melakukan pendalaman dan ditemukan bahwa mereka mengajarkan agama yang cenderung radikal, yang menganggap kekerasan kepada orang lain yang berbeda adalah jihad dan mulia. Selain itu mereka juga menganggap itu adalah salah satu cara untuk menegakkan agama.

Diketahui pula bahwa sang kepala keluarga itu mengenal faham radikal saat masuk ke salah satu kegiatan ekstra kulikuler salah satu perguruan tinggi terkenal di Surabaya. Kegiatan ekstra kulikuler itu juga ada di sejumlah perguruan tinggi dan setelah beberapa puluh tahun diyakini menjadi pertumbuhan faham radikal melalui kegiatan itu.

Faham radikalisme ibarat virus yang menyebar. Sebarannya adalah komunitas muslim muda yang mendalami agama. Mereka dicekoki dengan virus dan virus itu ada dalam diri mereka selama beberapa tahun malau beberapa puluh tahun. Saat situasi memungkinkan mereka mempraktekkan ajaran itu dan kekerasan itulah yang terjadi.

Selama nyaris dua puluh tahun ini sejak bom bali pertama terjadi, radikalisme dan terorisme belum juga reda. Kini trendsnya cukup berbeda dengan beberapa tahun lalu karena cara penyebarananya tidak konvensional lagi. Mereka berkembang melalui media sosial yang sukar terdeteksi oleh awam.

Karena itu, selain virus Covid-19 yang kini tengah mengancam dunia dan vaksin tengah diupayakn bersama, kita juga harus menghadapi virus radikalisme yang meski sudah kita tahu obatnya (yaitu ideologi Pancasila) namun mereka masih menjadi ancaman serius bagi kita.

Sudah saatnya kita menghentikan mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun