Mohon tunggu...
Kurnia Nasir
Kurnia Nasir Mohon Tunggu... Musisi - musikus jalanan

musikus jalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ulama dan Pohon Hijan nan Rimbun

16 Januari 2021   14:08 Diperbarui: 16 Januari 2021   14:08 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Seorang penyair kenamaan yaitu Jalaluddin Rumi pernah ditanya oleh seseorang pada sebuah kesempatan soal definisi ulama. Rumi menjawab dengan penjelasan dengan kiasan. "Dia bagaikan pohon yang ditanam di tanah yang subur. Tanah itu menjadikan pohon tersebut berdiri kokoh dan kuat dengan daun-daun yang menghijau dan merimbun. Lalu ia mengeluarkan bunga dan menghasilkan buah yang lebat. Meski dialah yang menghasilkan bunga dan buah itu, tetapi ia sendiri tidak mengambilnya, melainkan dimanfaatkan oleh orang lain". Gambaran Rumi ini menegaskan bahwa ulama ialah sosok berilmu yang senantiasa menebar manfaat bagi umat.

Memang ada berbagai pengertian soal ulama. Dalam bahasa Arab sendiri, ulama artinya orang yang punya kompetensi keilmuan di bidang agama. Kompetansi di sini adalah penguasaan ilmu pengetahuan agama yang luas dan dalam. Bisa dikatakan bahwa para ulama adalah orang yang dianggap mumpuni secara  keilmuan dalam soal agama.

Gelar atau penyandang ulama tentu bukan sembarangan, hanya karena dia keturunan Arab  dan bisa mengaji dan berceramah maka dia disebut ulama. Tentu tidak sesederhana itu. Ulama punya sederet kualifikasi-kualifikasi tertentu dan sikap, tindakan dan tutur katanya mencerminkan akhlakul karimah serta punya etika.  Dari semuanya itu, ulama biasanya mendapat legitimasi dari masyarakat.

Ulama yang berilmu tinggi biasanya menunjukkan 'kebesarannya' dengan ilmu padi, yaitu makin berisi maka makin menunduklah dia. Ulama umumnya menjadikan sikap dan perilaku nabi besar Muhammad SAW sebagai acuan sikap mereka, yaitu santun, lemah lembut dan penuh kasih sayang pada sesama. Seperti itulah juga Nabi Muhammad saat menyebarkan agama Islam mula-mula. Karena itu ulama sering disebut bahwa ulama disebut pewaris nabi-nabi.

Dalam sejarah, ulama di Indonesia memang tidak pada situasi yang selalu menguntungkan terutama saat Orde Baru dimana banyak sekali ulama yang dibatasi gerak geriknya, sama seperti situasi politik saat itu dimana terjadi represi dimana --mana, tidak saja di bidang agama, tetapi juga politik dan sosial maupun ekonomi. Pendek kata pada saat orde baru situasi represif tidak saja dialami oleh para ulama saja namun nyaris di semua komponen masyarakat.

Situasi berbeda setelah reformasi. Seluruh komponen yang sebelumnya terepresi, kini 'merdeka' alias bisa mengungkapkan keinginan dan cita-citanya tanpa khawatir akan ditangkap atau diatasi. Mulai dari dunia pendidikan, sosial , ekonomi, politik sampai agama dan ulamapun mengalami hal sama. Pada masa ini, muncul partai-partai yang berbasis agama; sesuatu yang sbeelumnya dibatasi.

Dalam hal agama, juga muncul beberapa paham yang sebelumnya 'bersembunyi' namun saat itu mereka muncul dengan terang-terangan. Faham salafi, dan beberapa wahabi juga muncul dengan kedok berbagai kegiatan kemahasiswaan. Begitu juga dunia ke-ulamaan Indonesia. Jika dahulu ulama sangat dihormati dan dikenal santun dan orang menghargainya karena kompetensi mereka ilmu soal agama, namun hal itu agak bergeser dalam dua puluh tahun ini.

Ulama masa kini ada yang sering muncuk di televisi untuk mengajar keagamaan namun dengan mulut yang mencaci pihak lain. Konyolnya diantara mereka banyak yang tidak menghargai pemerintah yang sah, sehingga mereka seakan tidak puas atas apapun yang dilakukan oleh pemerintah.

Sebagian ulama kini tidak seindah ungkapan Rumi di atas yaitu pohon yang ditanam di tanah subur, berbuah, kokoh dan kuat serta berdaun hijau dan rimbun. Sebagian ulama kini tidak kokoh dan tidak berhijau dauan dan tidak rimbun karena berdekatan dengan kekasaran, caci maki dan keinginan untuk menjatuhkan. Dan yang lebih menyedihkan adalah banyak sekali ulama yang bersedia melakukan hal-hal buruk untuk kekuasaan.

Karena itu, mungkin kita perlu saling mengingatkan bagi para ulama yang punya sikap seperti itu. Seharusnya mereka memiliki sikap baik seperti daun rimbun dan akar yang kuat seperti ungkapan Rumi itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun