Sekitar tahun 2015 dan 2016 ada beberapa keluarga Indonesia yang sudah bergabung ke ISIS dipulangkan dari Suriah ke Indonesia oleh pemerintah Indonesia. Rata-rata dari mereka berangkat bersama keluarga, tidak saja karena iming-iming jaminan ekonomi tapi juga karena faham ISIS itu sejalan dengan faham mereka. Ini perbedaan Al Qaeda dengan ISIS karena perekrutan Al Qaeda tidak pernah memberikan iming-iming jaminan ekonomi seperti yang dilakukan oleh ISIS.
Selama beberapa lama di Suriah ternyata banyak hal yang mereka 'dapatkan'. Tentu saja ini mengarah soal radikalisme. Mereka terbiasa dengan hukum-hukum garis keras dimana jika bersalah akan menghadapi hukuman seperti pancung dan diarak di kota.Â
Bukan itu saja. Anak-anak yang mereka bawa ternyata sudah dikenalkan dengan kekerasan saat di Suriah. Pada anak-anak, ISIS memperlihatkan bagaimana mengeksekusi orang dengan memperlihatkan orang yang menggorok leher bonek sehingga leher itu putus. Tentu saja hal-hal ini terekam di benak ingatan mereka.
Keluarga yang dideportasi itu kemudian mengaku menyesal, insyaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan mereka. Mereka juga menjalani deradikalisasi selama tiga tahun.
Setelah menjalani program deradikalisasi, mereka dikembalikan lagi ke masyarakat dengan harapn bisa kembali menjadi warganegara yang baik. Tetapi keinginan pemerintah itu sirna karena beberapa diantara mereka kembali melakukan aksi radikalisme bahkan terorisme.Â
Mungkin kita ingat pasangan suami istri WNI yang melakukan pengeboman di sebuah gereja di Jailolo pada tahun 2019. Mereka adalah pasangan yang telah dideportasi ke Indoensia dari Suriah dan menjalani program deradikalisasi.
Beberapa dari  mereka juga melakukan penggorokan ke aparat polisi di Medan, Poso dan beberapa daerah lainnya.  Aksi-aksi mereka ini seakan memupuskan harapan deradikalisasi yang sudah mereka tempuh selama beberapa tahun.
Mereka memang Islam seperti kebanyakan muslim di tanah air tetapi mereka punya pendapat tersendiri soal bagaimana memandang ajaran islam itu sendiri. Sesama yang berbeda agama misalnya, bisa menjadi musuh yang ditarget oleh mereka meski sesame itu tidak berbuat salah kepada mereka. Tapi karena pandangan garis keras sehingga mereka yakin orang-orang yang berbeda dengan mereka atau kafir harus dimusnahkan.
Dari kisah ini mungkin bisa memberi gambaran kepada kita bagaimana sulitnya mengubah keyakinan dan pandangan seseorang terhadap ideology dan aliran yang mereka percayai. Penyesalan mungkin tak cukup untuk menjamin kita yakin bahwa mereka bisa berubah. Ada pepatah, sekali lancung ke ujian, orang tak akan percaya.