Mohon tunggu...
Desak Putu Tias Tiara
Desak Putu Tias Tiara Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Menyukai hal berbau KPOP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Patriarki Terhadap Perempuan Bali

6 Januari 2023   11:09 Diperbarui: 6 Januari 2023   14:47 2363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulau Bali merupakan pulau yang digambarkan sebagai pulau yang elok, cantik, memesona dengan penuh ragam budaya. Keindahan alam, tradisi yang masih kental, adat istiadat, agama, tempat wisata yang beragam membuat wisatawan asing maupun domestik tertarik untuk berkunjung ke pulau dewata ini. Beberapa wisatawan asing biasanya berkunjung ke Bali tidak hanya untuk sekedar liburan atau refreshing, tetapi untuk mempelajari budaya-budaya, kesenian,bahasa yang belum mereka ketahui sebelumnya.

Bali memperoleh label dan citra yang begitu baik dari banyak orang, namun faktanya dibalik keindahan itu masih terselip kesenjangan yang mungkin tidak semua orang tahu yaitu budaya patriarki yang masih keras terhadap perempuan Bali. Hal ini membuat kita berpikir kembali menyangkut persoalan terhadap perempuan yang tentunya menjadi renungan kita bersama untuk membangun konstruksi sosial yang maju apalagi budaya di Indonesia ini masih tertanam dengan kuat di mata masyarakat.

Mayoritas masyarakat di Bali beragama Hindu. Dalam ajaran agama Hindu, kedudukan perempuan sangat dimuliakan, dihormati hingga dipuja sebagai Dewi.Dalam kitab Manawa Dharmasastra III 5.5 menyatakan "Pittrbhir bhratrbhis, caitah patibhir devaraistatha; Pujya bhusayita vyasca, bahu kalyanmipsubhih". Yaitu, wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayah-ayahnya, kakak-kakaknya, suami dan ipar-iparnya yang menghendaki kesejahteraan sendiri.

Kedudukan yang sangat mulia ini juga diceritakan dalam purana-purana (kesusastraan kuno agama Hindu) sebagaimana kekuatan tiga Dewa (Tri Murti) selalu dikaitkan dengan pasangan (sakti). Dewa Brahma bertugas sebagai pencipta alam semesta dengan saktinya Dewi Saraswati. Dewa Wisnu bertugas sebagai pemelihara alam semesta dengan saktinya Dewi Sri. Yang terakhir yaitu Dewa Siwa yang bertugas sebagai pelebur isi alam semesta saktinya Dewi Durga.(Rahmawati, 2016:58-59).

Kita tidak bisa menutup mata dan berlagak buta untuk melihat fakta dan kesenjangan sosial terhadap wanita masih terbilang tinggi. Hukum adat bali masih sangat kontras dengan ketidaksetaraan gender yang di mana kedudukan laki-laki dianggap lebih tinggi dari perempuan. Contoh yang sering dijumpai adalah peran ganda sebagai perempuan Bali yang sering dituntut untuk bisa berbagai hal yang tentu saja memberatkan perempuan terlebih lagi apabila perempuan yang sudah menikah.

Berbicara mengenai perempuan, fakta patriarki terhadap perempuan Bali terkesan paradoks dengan ajaran Kitab suci Weda yang dianggap sebagai ajaran suci yang penuh dengan kebenaran dan kebaikan oleh agama Hindu khususnya di Bali. Penderitaan yang dialami oleh para perempuan-perempuan hindu sudah ada sejak dahulu kala yaitu pada zaman kerajaan di Bali.Pada zaman tersebut dijelaskan apabila seorang raja meninggal lalu dikremasi maka sang istri turut mengambil peran dengan menceburkan diri ke dalam api besar sebagai pertanda kesetiaannya kepada sang suami.

Apabila perempuan di Bali sudah menikah, maka dia akan menjadi hak milik suami. Maka dari itu, seringkali anak-anak perempuan hindu sudah diajarkan sedari dini untuk melakukan kegiatan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, mebanten (menghaturkan sesajen kepada Tuhan), membuat banten (sesajen) dan lain-lain dengan tujuan agar sang anak terbiasa dan tidak kaget pada saat ia berumah tangga nanti.

Lalu mengapa laki-laki dianggap istimewa? karena anak laki-laki diwajibkan mengambil alih kewajiban orang tua sebelumnya baik itu dalam komunitas lingkungan tempat tinggal (Banjar) maupun dalam rumah tangganya sebagai kepala keluarga. Jadi secara singkatnya, laki-laki sudah pasti mendapatkan privilege berupa warisan yang akan diterima ketika orang tua si laki-laki meninggal. Sebab dari stereotype terhadap perempuan yang terbilang rendah, perempuan bali dikatakan sebagai "Pewaris tanpa warisan".

Dalam hal status sosial di Bali, ada kategori perempuan yang dianggap tidak sempurna yakni, perempuan yang tidak menikah, perempuan yang tidak memiliki keturunan dan yang perempuan yang tidak memiliki keturunan laki-laki. Perempuan yang memutuskan untuk tidak menikah akan diejek perawan tua. Mungkin ketika si perempuan masih muda dan masih bekerja akan dianggap mampu membantu finansial dan eksistensinya masih dipertahankan di dalam keluarga, namun bagaimana nasib kalau ia sudah pensiun dan tua? pada saat ia sudah berumur, perempuan yang melajang ini akan turut mengambil peran di rumah tangga seperti memasak, membantu saudaranya yang berumah tangga dalam hal menyama braye (bermasyarakat), bahkan ikut mengurus dan mendidik cucu saudara kandungnya. Apabila perempuan lajang ini meninggal, maka hartanya hanya bisa diwariskan oleh keluarga lainnya.

Kedua, perempuan yang tidak bisa memberi keturunan atau kerap dikatakan mandul. Padahal faktanya, kemandulan ini tidak hanya disebabkan oleh perempuan tetapi mungkin laki-laki juga bisa mandul. Bagaimana nasib perempuan ini nantinya apabila sang suami meninggal? Sebagian besar mereka akan memutuskan untuk pulang ke rumah bajang (rumah asalnya).

Ketiga, perempuan yang menikah dan mempunyai anak perempuan namun tidak melahirkan anak laki-laki juga dituding tidak sempurna. Tak jarang perempuan ini akan mendapatkan tekanan sosial dari tempat tinggalnya.Banyak orang tua yang begitu keukeuh menginginkan anak laki-laki, maka hal yang bisa dilakukan ialah memproduksi keturunan lagi hingga mereka mendapatkan bayi laki-laki. Dalam kasus ini, perempuan merasa bahwa dirinya dianggap sebagai "mesin pencetak bayi laki-laki" oleh stigma tersebut. Apa yang akan terjadi apabila tidak ada keturunan laki-laki di dalam sebuah keluarga? biasanya para orangtua cenderung menekan anak perempuannya untuk mencari sentana. Pernikahan nyentana adalah sebuah pernikahan yang di mana perempuan yang meminang laki-laki untuk dijadikan suaminya dan selanjutnya diajak tinggal di rumah si perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun