Mohon tunggu...
TIARA KUMASTUTI
TIARA KUMASTUTI Mohon Tunggu... Lainnya - 🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

hello!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyalahi Konstitusi, Kontroversi Pengesahan RUU Cipta Kerja

8 November 2020   22:25 Diperbarui: 8 November 2020   22:48 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar : tribunnews.com

Undang-Undang Cipta Kerja dengan menggunakan metode omnibus law bertujuan untuk merubah satu Undang-Undang, beberapa Undang-Undang, bahkan hingga puluhan Undang-Undang yang telah ada dengan tujuan agar terciptanya penyederhanaan, pemotongan dan pemangkasan peraturan-peraturan yang dinilai akan menghambat terciptanya lapangan pekerjaan.

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh pemerintah bersama dengan DPR pada 5 November 2020 dinilai terlalu terburu-buru dan menimbulkan reaksi yang beragam dari masyarakat Indonesia. Reaksi tersebut muncul karena adanya beberapa substansi Undang-Undang Cipta Kerja yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat Indonesia. Bahkan, Undang-Undang Cipta Kerja cenderung dinilai dapat menghasilkan masalah yang baru di Indonesia.

Beberapa substansi Undang-Undang Cipta Kerja yang menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut :

  • Lemahnya penegakan hukum bagi pelaku perusak lingkungan hidup, serta tidak adanya efek penjeraan dan menakut-nakuti bagi para pelaku tindak pidana lingkungan.
  • Terdapat kelonggaran bagi pelaku pelanggaran baku mutu lingkungan hidup, dan tidak adanya pemberian efek jera bagi pelaku pelanggaran. Sudah seharusnya sanksi pidana merupakan hal yang utama diterapkan bagi pelaku pelanggar baku mutu lingkungan hidup.
  • Dihapuskannya hak publik untuk melakukan gugatan administratif melalui pengujian terhadap izin lingkungan dan/atau izin usaha.
  • Hilangnya tanggung jawab para pelaku kebakaran hutan apabila terjadi kebakaran, hal tersebut tentunya semakin melemahkan penegakan hukum bagi perusak hutan.
  • Tidak adanya kepastian hukum dalam memberikan batasan luas wilayah operasi pertambangan mineral logam dan batubara. Bahkan cenderung membuka peluang pemberian batas kegiatan operasi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebelumnya. Tentunya, apabila hal itu terjadi maka akan sangat merugikan lingkungan hidup.
  • Tidak dicantumkannya batas minimal istirahat panjang bagi pekerja/buruh. RUU Cipta Kerja hanya mengatur terkait cuti panjang yang diatur melalui perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, sehingga kekuatan mengikatnya sangat lemah dibandingkan jika diatur dalam undang-undang. 
  • Dihapuskanya mekanisme perizinan yang kompleks bagi TKA sebagaimana ketentuan UU Ketenegakerjaan sebelumnya. Ketentuan tersebut akan sangat mempermudah masuknya TKA ke Indonesia, sedangkan permasalahan tenaga kerja di Indonesia masih belum terselesaikan. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan untuk mempertimbangkan kembali, karena akan sangat berdampak pada ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, muncul sebuah pertanyaan di dalam diri saya "kepada siapa sebenarnya Undang-Undang Cipta Kerja ditujukan ?" Jangan sampai dengan disahkannya Undang-undang Cipta Kerja tersebut malah akan menimbulkan ancaman yang besar bagi masyarakat Indonesia, tepatnya kerugian bagi pekerja seperti buruh, nelayan, dan petani. Jangan sampai Undang-undang Cipta Kerja hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu dan mengabaikan suara dari masyarakat Indonesia.

Baru-baru ini banyak dari kalangan masyarakat Indonesia yang berlomba-lomba mencari cara untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai dapat merugikan masyarakat tepatnya di kalangan pekerja. Pertama, masyarakat dapat mengajukan permohonan pengujian baik formil maupun materil kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Cara yang kedua yaitu masyarakat dapat meminta kepada Presiden untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai langkah pembatalan Undang-Undang Cipta Kerja.

Berbagai isu-isu kontroversial dari Undang-Undang Cipta kerja terkait dihilangkannya upah minimum pekerja dan hak cuti pekerja turut ditanggapi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, ia menuturkan bahwasanya isu-isu terkait dihilangkannya upah minimum pekerja pada Undang-Undang Cipta Kerja tersebut adalah tidak benar. Ia menambahkan bahwasanya pekerja tetap mendapatkan uang pesangon, jaminan kehilangan pekerjaan, dan layanan peningkatan kompetensi bagi mereka yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Airlangga Hartarto juga menuturkan bahwasanya Undang-Undang Cipta Kerja akan mengatur perusahaan untuk tetap memberikan hak cuti dan waktu ibadah yang sesuai kepada pekerja.

Ketidaktepatan Pemerintah dan DPR dalam menentukan atau merevisi Undang-Undang merupakan suatu hal yang sebenarnya sudah berulang kali terjadi, hal tersebut pun membuat kesal dari kubu masyarakat Indonesia lantaran mereka sebagai pemimpin dinilai enggan mendengarkan suara-suara rakyat, sudah sepatutnya hal tersebut dijadikan sebuah pembelajaran bagi Pemerintah dan DPR agar lebih berhati-hati kembali dalam menentukan suatu rancangan Undang-Undang yang bisa dibilang sangat penting bagi keberlangsungan sebuah negara. Pemerintah dan DPR tidak sepatutnya terburu-buru dalam mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja, mereka seharusnya lebih mendengar dan menghargai suara-suara rakyat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun