Mohon tunggu...
Ayu Rhisma
Ayu Rhisma Mohon Tunggu... Guru - Layang bagai mimpi putus benang, Mika tan mampu diimplementasikan

S1 Pend. Bahasa Dan Sastra Indonesia Guru Bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Payung Kematian

5 Agustus 2021   12:46 Diperbarui: 5 Agustus 2021   13:08 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat Ibu pulang, Bapak sering memarahi Ibu, Bapak cemburu, Bapak melarang Ibu untuk menari, tapi Ibu tidak mau. Ibu pernah berhenti menari, tapi kami tidak makan. Bapak hanya berjanji, tapi Bapak tidak mau bekerja. Akhirnya, Ibu menari lagi.

Ibu menari setiap hari senin dan kamis, tapi Ibu juga sering menari di rumah orang, jika ada yang mengundangnya. Ibu masih muda, cantik jadi banyak yang suka Ibu. Aku selalu ikut kemana pun Ibu pergi, termasuk saat Ibu menari di rumah orang. Tapi aku hanya duduk di luar, aku tidak boleh ikut. Saat kami berjalan, Ibu selalu memakai payungnya, padahal tidak ada hujan atau panas. Kata Ibu untuk melindungi diri.

Saat Ibu menari, Bapak selalu di rumah sambil tidur, terkadang menggendong adik jika adik tidak aku bawa. Aku tidak mau di rumah dengan Bapak, karena Bapak suka memarahiku, padahal aku hanya lupa tidak membuatkannya kopi pahit. Bapak tidak pernah bekerja, jadi Ibu yang menari mencari uang. Ibu sayang kami.

Teman-teman Ibu sering curiga dengan Ibu, padahal Ibu tidak melakukan apa-apa. Mereka hanya iri karena Ibu lebih cantik dan Ibu lebih muda dari teman-temannya. Ibu sering membasuh payungnya dengan air sungai di sebrang sana, karena airnya jernih katanya. Ibu juga sering mandi di sana, aku juga diajak oleh Ibu.  Saat itu, Ibu pamit akan pergi, tapi Ibu tidak menari, karena Ibu hanya memakai baju putih. 

Suara toak dari masjid terdengar, terdengar berita duka yaitu kematian. Tiba-tiba disusul lagi berita duka dengan nama yang berbeda, ada sembilan orang yang diberitakan meninggal secara tiba-tiba, sembilan orang itu laki-laki semua. Aku ingat, orang-orang itu adalah yang pernah mengundang Ibu untuk menari, dan sekarang Ibu belum pulang,  Ibu juga hilang.

Aku membuka peti Ibu, payung Ibu tidak ada. Tetapi, ada sebuah kertas, aku takut membukanya, karena Ibu selalu melarangku. Tapi, aku terpaksa harus membuka peti dan kertas kusam itu.  Perlahan aku membukanya, dan kertas itu bertuliskan "Yang kesepuluh adalah kamu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun