Mohon tunggu...
JPIC Kapusin Medan
JPIC Kapusin Medan Mohon Tunggu... Lainnya - Capuchin Brother

Fransiskan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

(Refleksi Ekologis) Saling Membahu Membarui Rumah Bersama

27 Oktober 2021   21:11 Diperbarui: 27 Oktober 2021   21:47 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokpri) Gambar diambil dari satu desa di Pulau Samosir menghadap Danau Toba.

Ada satu diksi ekologis dari Paus Fransiskus. Dalam Ensiklik Laudato Si' [LS] (Terpujilah Engkau) yang dikeluarkannya pada 24 Mei 2015 yang lalu, ia mengatakan bahwa bumi adalah rumah bersama (common home). "Dalam Ensiklik ini, saya ingin masuk ke dalam dialog dengan semua orang tentang rumah kita bersama (baca: bumi)" (LS, artikel 3).

Dasar utama pandangan Sri Paus Fransiskus terdapat dalam Kitab Kejadian bab 1. Tuhan menciptakan bumi dan isinya dengan baik dan bahkan amat baik (manusia). Ia menempatkan seluruh ciptaan-Nya di bumi yang satu untuk memenuhinya sesuai dengan hakikat masing-masing. Bumi menjadi rumah dan tempat tinggal segala makhluk untuk bernaung menjalani proses alamiahnya.

Manusia, sebagai ciptaan yang paling luhur dan sempurna mendapat mandat untuk menguasai bumi. "Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kejadian 1:28). Spirit dari pesan Tuhan tersebut pada dasarnya adalah agar, manusia menjadi penjaga (protector) kerukunan dan kedamaian asali di bumi.

Namun, manusia gagal menjaganya karena mengalami distorsi suara hati. Manusia sesat menggunakan kepercayaan dari Sang Pencipta. Terjadilah chaos di muka bumi.

Dalam LS, Paus Fransiskus dengan lugas menyatakan bahwa kesesatan tersebut menjadi akar krisis ekologis yang mengarahkan manusia untuk serakah. "Akan tidak berguna menggambarkan gejala-gejala krisis ekologis tanpa mengenali akarnya dalam manusia" (LS, Bab III, art. 101).

Dengan semakin majunya rasionalitas, tetapi merosotnya suara hati dan iman, manusia condong untuk menjajah bumi berserta isinya bahkan sesama manusia. Perang, kemiskinan, kemelaratan, kepunahan hayati, polusi lingkungan, wabah penyakit, degradasi moral, dan globalisasi paradigma teknokratis adalah buktinya.  

Kebebasan (free will), daya pikir (ratio), dan kemampuan bertindak (ability) digunakan semena-mena. Batas-batas ekologis sudah tidak dipedulikan.

Untuk itu, Paus Fransiskus -- pengagum dan peneladan hidup ekologis Fransiskus Assisi (1182-1226) -- menggandeng umat manusia untuk saling bahu-membahu memperbaiki situasi sulit ini, "Kita memerlukan percakapan yang melibatkan semua orang, karena tantangan lingkungan yang kita alami dan akar manusiawinya, menyangkut dan menjadi keprihatinan kita semua" (LS, art. 13).

Persuasi Paus bisa saja sulit untuk terwujud. Wabah pandemi Covid-19 yang tak kunjung berhenti menjadi satu alasan logis. Segala ruang gerak terasa terbatasi. Bahkan, daya usaha manusia masih terarah kepada penanggulangan penularan wabah Covid-19.

Mengenang kembali masa penciptaan

Meski masih dalam terpaan badai Covid-19, Paus Fransiskus tetap menyuarakan keprihatian dan gerakan peduli bumi sebagai rumah bersama. Dikabarkan dari situs resmi Tahta Suci (www.vaticannews.va), pada 1 September 2021 yang lalu, bersama dengan Patriak Bartolomeus dan Uskup Agung Canterbury Yustin Welby, Sri Paus mengadakan pertemuan oikumene yang turut mengawali masa penciptaan (Season of Creation 2021).

Masa yang dimulai pertama kali oleh Gereja Ortodoks Timur pada 1989, kemudian, diikuti pada 2001 oleh Gereja-gereja Kristen Eropa dan 2015 oleh Gereja Katolik Roma ini berlangsung selama satu bulan, yakni 1 September - 4 Oktober, hari peringatan Fransiskus Assisi (1182-1226) yang dinobatkan sebagai Pelindung Lingkungan Hidup (Ekologi) oleh Paus Yohanes Paulus II  pada 29 November 1975.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun