Mohon tunggu...
Tia Enjelina
Tia Enjelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (20107030043)

Communication kid

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bangkit dari Berbagai Masalah bersama Filosofi Teras

6 Maret 2021   01:26 Diperbarui: 6 Maret 2021   01:28 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


"ih gendutan ya kamu sekarang" Gimana? Masih suka kesel nggak setiap denger pertanyaan semacam itu? Yah mungkin begitu denger ucapan itu masih banyak orang yang ngedumel "gak sopan banget sih, udah lama nggak ketemu sekalinya ketemu langsung body shaming! Apa kabar dulu kek atau apa gitu, nggak ada yang lain buat diomongin?"  Tapi itu wajar. Tidak salah kalau kalian sakit hati. Tidak salah kalau kalian mengganggap ucapan seperti itu adalah hal yang kurang sopan. Tidak salah juga kalau kamu tersinggung betul atau agak sensitif kalau bahas masalah ini.

Calm down bud! Saya tahu nasehat-nasehat seperti "biarin aja gausah terlalu dipikirin" sudah terlalu mainstream untuk dikatakan. Oleh karena itu saya ingin mengajak kalian untuk merenungi hal-hal kecil yang mengganggu pikiran kita dan memecahkannya dengan secuil mindset ala stoic. Pecayalah ini bukan soal pemikiran yang rumit tentang makna eksistensi, kesadaran dan teori-teori yang katanya bisa bikin gila. Filsafat ini di Indonesia lebih terkenal dengan sebutan filosofi teras terutama setelah Henry Manampiring merilis bukunya dengan judul filosofi teras. "Filsafat Yunani-romawi kuno untuk mental tangguh masa kini" begitulah sekelumit gambaran tentang filsafat stoa yang om piring tuliskan dalam sampul depan bukunya.

Stoisisme atau juga disebut dengan filsafat stoa didirikan oleh Zeno dari Citium sekitar awal abad ke 3 sebelum masehi. Zeno mengembangkan aliran filsafatnya sendiri setelah menemukan buku karya Socrates setelah kehilangan semua harta kekayaannya yang tenggelam bersama kapalnya.

Filosofi ini sudah membantu seorang revolusioner antiapartheid yang pernah dipenjara selama 27 tahun karena perjuangannya melawan diskriminasi rasial untuk bangkit hingga menjadi presiden Afrika Selatan dan mendapatkan Penghargaan Nobel Perdamaian Dunia. Yap betul sekali. Nelson Mandela. Beliau pernah mengatakan bahwa "ketidakadilan di masa lalu memang tidak bisa diubah, tetapi kita bisa menghadapinya saat ini juga untuk membuat masa depan yang lebih baik". Terdengar sangat stoic, dimana hal ini berkaitan dengan dikotomi kendali yang diajarkan oleh filsafat stoa.

Maksud dari dikotomi kendali disini yaitu ada hal-hal yang berada dalam kontrol kita dan ada pula hal-hal yang diluar kontrol kita. Hal-hal yang berada dalam kontrol kita tesebut yaitu hanyalah pikiran kita sendiri dan tindakan apa yang kita putuskan untuk nantinya kita akan lakukan. Meskipun hanya ada dua hal yang bisa kita kendalikan. Ini akan memberi banyak dampak positif jika kita benar-benar bisa melatih diri untuk mempraktekkannya dalam kehidupan kita.

Mengambil contoh yang saya sebutkan tadi. Tidak jarang ketika bertemu teman lama, kata-kata yang pertama terlontar dari mulutnya adalah "ehh kamu gendutan ya sekarang". Lalu dimana letak dikotomi kendali dalam masalah ini? Biasanya kita terlalu ambil pusing dengan pendapat orang lain terhadap diri kita, padahal kita tau kita tidak mampu sama sekali untuk mengendalikan apa yang mereka pikirkan tentang kita. Terlebih lagi kita dibuat overthinking dengan hal itu. Kita mempersepsi bahwa orang itu menghina bentuk fisik kita atau orang itu menyombongkan tubuhnya yang langsing aduhai. Atau bahkan membuat kita berpikir bahwa kita harus segera merubah bentuk badan kita yang katanya gendut ini. Maksud saya, Tindakan kita mempersepsi ucapan "ih kamu gendutan ya sekarang" lebih menyiksa diri kita dibandingkan dengan ucapan itu sendiri. Yang terjadi hanyalah orang lain menilai kita lebih gemuk dari sebelumnya. Dan kita malah menyiksa diri dengan persepsi persepsi tersebut yang berujung pada kebencian terhadap orang yang mengatakan hal itu dan juga kebencian terhadap diri sendiri atau yang sekarang lebih sering kita sebut insecure. Padahal dalam percakapan itu dia tidak mengatakan bahwa gendut itu jelek atau kamu harus kurus kalau mau cantik, akan tetapi kita sendiri yang memilih untuk berpikir bahwa gendut itu jelek dan perlu dirubah. Seperti yang dikatakan oleh Seneca "kita lebih sering menderita karena imajinasi kita, bukan dengan kenyataan yang ada"

Atau dengan kasus sejenis. Saya pernah mendengar percakapan 2 oranng teman. Si A mengatakan "ah aku gendut banget ya" dan si B "iya tapi kamu cantik kok" kemudian si A membalas si B dengan nada tinggi "emang yang bilang aku jelek siapa? ha?" nah dalam kasus ini kita bisa menyimpulkan. Masalah yang sebenarnya ada dalam pikiran kita sendiri, dan itu seratus persen berada dalam kendali kita. dan dengan mengendalikan pikiran, kita akan lebih mudah untuk mengendalikan diri agar tidak terjebak dalam hal-hal yang membuat kitab buang-buang waktu hanya untuk overthinking.

Selain itu, daripada sekedar mengajak untuk berpikir positif, filsafat stoa lebih mengarah untuk mempersiapkan diri dari kemungkinan yang terburuk. Eskpektasi kita yang kadang terlalu tinggi sering membuat kita down dan kecewa ketika hasil yang kita harapkan nyatanya nol besar. Sedangkan jika kita dari awal tidak memasang target apapun bahkan membayangkan kemungkinan terburuk yang mungkin akan kita alami, kita akan lebih siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi. Hal ini berbeda dengan pesimis. Orang yang pesimis hanya akan dirundung perasaan bahwa dirinya tidak akan mampu. Sementara dalam filsafat stoa, mempersiapkan diri dari kemungkinan terburuk melatih kita untuk hidup menderita. Dan penderitaan itulah yang akan membentuk mental kita menjadi lebih tangguh. Sebagai contoh ketika kita berada dalam sebuah kompetisi dengan harapan besar menginginkan kemenangan, yang akan kita dapatkan hanyalah kekecewaan atau perasaan malu jika akhirnya kita tidak memenangkan kompetisi tersebut. Nah jika kita sudah memikirkan apa hal terburuk yang bisa terjadi, kita akan siap menghadapi kekalahan dan juga kemenangan tanpa ada rasa down sedikitpun. Bahkan jika kita sudah siap dan mampu untuk tenang menghadapi situasi kekalahan, kita pun masih mendapat pengalaman yang akan berguna dalam kompetisi-kompetisi selanjutnya, misalnya belajar dari keunikan dan strategi lawan ataupun memperluas relasi dengan orang-orang dari berbagai daerah melalui kompetisi itu.

Stoisisme juga mengajarkan bagaimana untuk hidup selaras dengan alam. Dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna karena manusia memiliki akal pikiran yang rasional, yang membedakannya dengan makhluk lainnya. Salah satu contohnya yaitu peristiwa diimana pemilik F1 yakni Bernie Ecclestone mengalami perampokan hingga wajahnya babak belur, dan lebih sialnya lagi jam tangan mahalnya yang bermerk Hublot juga terlanjur digasak para perampok. Nah orang yang rasional tidak akan membuang energinya untuk marah-marah dan mengeluhkan jam tanggan mahalnya yang hilang, karena mereka tahu tindakan seperti itu adalah sesuatu yang irrasional yang tentunya tidak akan menghasilkan apapun. Orang yang rasional akan berusaha terlebih dahulu untuk berpikir bagaimana untuk tidak menyesali apa yang terjadi dan berpikir agar hal itu tidak akan terjadi lagi atau dengan kata lain menjadikan pengalaman untuk bersiap dengan apapun yang akan terjadi selanjutnya. Dan benar saja, musibah yang dialami Ecclestone justru membawa keuntungan lebih karena tindakannya yang rasional. Pada saat kejadian itu Ecclestone meminta seseorang untuk memotret dirinya yang sedang dalam kondisi babak belur, kemudian mengirimkan foto tersebut ia kirimkan ke CEO Hublot dengan menuliskan pesan "lihat apa yang orang lakukan untuk memiliki sebuah jam Hublot". Kemudian setelah iklan dengan foto Ecclestone yang babak belur diluncurkan, penjualan Hublot meningkat drastis. Kondisi Bernie yang babak belur akhirnya menjadikannya seorang bintang iklan sekaligus menjadikan jam Hublot menjadi jam tangan resmi F1.

Sekali lagi, dengan dikotomi kendali, melatih diri menderita, dan berpikir rasional adalah setitik dari sekian nilai-nilai dari filsafat stoa yang masih relevan diterapkan di zaman modern sekarang ini. Apa yang saya tulis disini sudah pasti belum bisa merepresentasikan gambaran yang jelas seperti apakah filsafat stoa itu sendiri. Namun saya yakin bahwa dengan berlatih menerapkan prinsip dan nilai-nilai ini kita akan jauh lebih siap mengatasi hal-hal sepele yang sering meresahkan pikiran kita dalam kehidupan sehari hari. Selamat mencoba

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun