Mohon tunggu...
Mutiara Fauziah Nur Awaliah
Mutiara Fauziah Nur Awaliah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Ghosting via Dating Apps, Kok Bisa?

1 Juli 2021   14:17 Diperbarui: 2 Juli 2021   18:57 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Penulis : Damara Anindya P & Mutiara Fauziah NA

Akhir-akhir ini, aplikasi dating apps kian menjadi salah satu topik yang sering diperbincangkan oleh masyarakat. Hal ini diperkuat oleh hasil riset dari Rakuten Insight pada September 2020 yang menunjukan bahwa sebanyak 57,6% responden menggunakan dating apps Tinder. Meskipun identik untuk mencari pasangan, dating apps juga digunakan oleh banyak orang dengan alasan yang cukup beragam, mulai dari iseng, sekadar mencari teman baru, sampai yang ingin mengenal karakter seseorang. Hal ini diakui oleh RA (24) yang mengaku menggunakan aplikasi Tinder dan Meef karena ingin memperluas pertemanan. 

Tingginya peminat dating apps membuat aplikasi seperti ini banyak bermunculan. Kamu pasti mengenal satu dua orang kenalanmu yang meng-install aplikasi dating apps. Sebut saja Tinder, Tantan, Meef, Grindr, dan masih banyak lagi. Namun, kemudahan berinteraksi melalui dating apps tidak hanya memberi manfaat, tetapi juga memiliki pengaruh lain bagi penggunanya. Salah satunya adalah fenomena ghosting. 

Kamu pasti pernah mendengar cerita teman mu yang mengeluh ditinggal partner chatting-nya, atau putus komunikasi tiba-tiba pas lagi pdkt sampai bikin bete. Mungkin juga malah kamu sendiri yang mengalaminya? Kalau iya, berarti kamu pernah menjadi ghostee alias korban ghosting, nih! 

Sebenarnya, ghosting itu apa sih? Menurut kamus Oxford Dictionary, ghosting is the practice of ending a personal relationship with someone by suddenly and without explanation withdrawing from all communication. Intinya, ghosting itu praktik untuk mengakhiri hubungan personal dengan seseorang secara tiba-tiba dan tanpa penjelasan dengan cara menarik diri dari segala bentuk komunikasi. Hayo, pas baca definisinya bikin kamu inget seseorang nggak? (eh). 

Dalam buku The Impact of Social Media in Modern Romantic Relationship (2017), Le Febvre berpendapat bahwa ghosting mengarah pada pemutusan hubungan secara sepihak oleh seorang individu, baik secara tiba-tiba atau bertahap dan biasanya terjadi melalui satu atau beberapa media teknologi. Hal ini dirasakan oleh RA (24), yang mengaku interaksi via dating apps ternyata bisa berakhir begitu saja tanpa kejelasan yang pasti. "Awalnya chat asik banget, tapi beberapa orang mulai jarang balas sampai berujung lost contact." Kejadian serupa juga dialami oleh SP (20). Berdasarkan pengalamannya, dia pernah mengenal seseorang melalui dating apps selama sebulan dan sempat bertemu dengan intens hingga SP merasakan baper. Sayangnya, hubungan SP berakhir dengan dia menjadi ghostee. 

Kurangnya komunikasi yang terjalin membuat orang yang ingin mengakhiri hubungan merasa sungkan untuk jujur. Bahkan, dalam banyak riset yang sudah dilakukan, ghosting dianggap sebagai strategi untuk mengakhiri hubungan tanpa harus mendeklarasikan pemutusan hubungan mereka secara langsung. Duh, kacau banget! SP (20) mengungkapkan bahwa ghosting yang dialaminya membuat ia merasa sakit hati. Makanya, nggak seharusnya ghosting kita biarkan begitu saja.

Di sisi lain, kehadiran dating apps yang memberi banyak fitur untuk memudahkan kita mencari seseorang sesuai dengan preferensi pun ternyata bisa berujung pada ghosting. Ternyata, riset menunjukan bahwa hubungan dalam jangka pendek dan kurang komitmen punya kecenderungan berakhir dengan ghosting. Selain itu, kurangnya komunikasi juga menjadi salah satu faktor. Lho, kok bisa? 

Nah, untuk tahu jawabannya, yuk kenalan dulu dengan Teori Penetrasi Sosial! Teori yang digagas oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor di tahun 1973 ini menjadi salah satu teori komunikasi interpersonal. Meskipun sebenarnya teori ini dikembangkan dalam bidang psikologi, tapi Altman dan Taylor juga membahas peran proses komunikasi di dalamnya, jadi bisa banget nih, kita pakai buat ngebahas soal komunikasi dalam suatu hubungan. Teori penetrasi sosial memperkenalkan tentang  "teori multilapis bawang" atas dasar pemikiran bahwa kepribadian manusia ini berlapis-lapis seperti kulit bawang. Semakin luar lapisan nya, maka semakin umum informasi yang bisa diketahui banyak orang. Sebaliknya, semakin dalam lapisannya, maka semakin privat informasi yang nggak semua orang bisa ketahui.

Sebagai teori komunikasi interpersonal, tentu teori penetrasi sosial punya kaitan erat dengan self disclosure alias pengungkapan diri. West dan Turner mengembangkan hal ini menjadi empat tahap dalam suatu hubungan yang harus dilalui pasangan agar bisa terbuka satu sama lain, dari tahap pengenalan hingga lebih kenal secara intim. Nah, persepsi seseorang tentang kedekatannya dengan orang lain dalam suatu hubungan bisa jadi berbeda antara satu sama lain. Bisa jadi kamu menganggap sudah dekat dengan A, namun A menganggap belum sama sekali. Duh, so sad!

Selain itu, sebelum bisa saling terbuka terhadap orang baru, ternyata kita punya kecenderungan untuk mengukur untung rugi dalam hubungan, lho. Proses ini lah yang mengungkap alasan mengapa seseorang bisa bertahan dalam suatu hubungan. Menurut Thibaut dan Kelley, hubungan bisa bertahan lama bila saling menguntungkan. Hal ini dikenal dengan istilah social exchange theory atau teori pertukaran sosial. Jika seseorang merasa dia mendapatkan keuntungan yang banyak dari suatu hubungan, maka disanalah teori penetrasi sosial dimulai. Orang tersebut akan mulai membuka diri kepada pasangannya dan hal ini dijembatani oleh proses komunikasi yang dapat menimbulkan rasa percaya antara satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun