Bukan itu saja prestasinya, siswa yang cerdas tersebut sangat piawai membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI) dan beberapa kali memenangkan lomba KTI.
Kalau dari menulis artikel, semasa SMA juga pernah memenangkan beberapa lomba menulis artikel. Hebatnya, satu dari tulisannya pernah diterbitkan oleh Bank Indonesia. Bahkan tulisannya disandingkan dengan para penulis berpengalaman dan yang berpendidikan tinggi.
Nah, kalau ditanya di mana mantan siswa itu sekarang? Sedang menuntaskan pendidikannya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
Berkat kesenangannya mengerjakan karya ilmiah sejak SMA, semangat itu pun masih terbawa hingga sekarang dalam aktivitasnya sebagai mahasiswa.
Sekarang mantan siswa itu pun sedang aktif menjadi asisten peneliti untuk kajian-kajian ekonomi politik. Â Sementara kalau bicara minat penelitiannya meliputi ekonomi pembangunan, pengentasan kemiskinan, kebebasan ekonomi, sektor keuangan dan perbankan.
Ada juga siswa secara akademik tidak terlalu menonjol dan cenderung tidak memiliki teman. Tetapi di balik kelemahannya, ternyata siswa tersebut memiliki potensi dan kemampuan menggambar yang hebat.
Ketika ada tantangan dari saya sebagai gurunya, agar siswa mencoba mengirimkan karyanya ke media cetak, anak tersebut pun menyanggupinya.
Tak terduga, karyanya pun diterbitkan oleh Kompas cetak. Bahkan pernah tayang dua kali dalam sebulan. Sejak saat itu, percaya dirinya pun tumbuh dan secara perlahan mulai memiliki teman.
Dari ketiga siswa yang saya ceritakan, saya semakin menyadari bahwa setiap siswa itu unik. Bahwa untuk membimbing siswa, adakalanya guru harus memiliki pendekatan yang berbeda untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki.
Tentu bisa kita bayangkan, jika saya membungkam dan menyalahkan pendapat anak yang kritis tersebut. Barangkali, ke depannya tidak muncul lagi keberanian berpendapat atau jangan-jangan siswa tersebut akan membentengi diri dengan mata pelajaran yang saya ampu.