Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Benarkah Usia 25 Tahun, Masuk Tahap Quarter Life Crisis?

14 Mei 2021   23:05 Diperbarui: 15 Mei 2021   00:08 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kompasiana

Mencoba mengenang kembali peristiwa dua puluh tahun yang lalu, tepatnya ketika saya berusia 25 tahun, membuatku kembali memasuki masa krisis khawatir. Pasalnya tahun itu adalah tahun saya menyelesaikan kuliah strata satu.

Barangkali sahabat pembaca bertanya, koq lama sekali tamatnya ya?

Sejak tingkat dua saya memang termasuk orang yang sibuk, kuliah sambil bekerja (mengajar) di sebuah bimbingan belajar ternama di Medan saat itu. Tidak jarang saya harus meninggalkan kampus untuk mengajar ke luar kota. Akibatnya, hingga tingkat tiga kuliahku lumayan berantakan.

Setelah tingkat empat, baru saya mulai menyadari dan mencoba mengejar ketertinggalanku.

Menyelesaikan kuliah strata satu di usia duapuluh lima tahun tentu bukan perkara mudah, alasannya banyak teman seangkatan atau junior yang sudah menyelesaikan perkuliahannya. Tentu ini menjadi beban tersendiri, terutama ketika orang tua dari kampung juga sering bertanya, "kapan selesai kuliahnya?"

Akhirnya dengan perjuangan yang luar biasa, bahkan saat itu sudah memutuskan fokus pada perkuliahan, tidak menyambi lagi, perkuliahanku akhirnya selesai.

Tetapi perjuangan tidak sampai di situ. Saya harus memulai kehidupan baru pasca wisuda. Saya harus mencari pekerjaan tetap. Ternyata, tidak mudah mencari pekerjaan tersebut di kotaku.

Barangkali kalau untuk mengajar, memang tidak sulit bagiku karena sudah berpengalaman. Tetapi saat itu, saya benar-benar ingin mencari pekerjaan baru di luar mengajar.

Oleh karena itu, saya pun memutuskan untuk pindah ke Jakarta tahun 2002. Di Jakarta ternyata tidak lebih mudah mencari pekerjaan. Malah lebih sulit menurutku. Beberapa bulan setelah gagal mencari pekerjaan, akhirnya saya memutuskan untuk kembali menjadi pengajar.

Ternyata benar, berkat pengalaman mengajarku sebelumnya, ternyata tidak menyulitkanku untuk diterima di sebuah bimbingan belajar favorit di Jakarta. Bahkan saya pernah mengajar di empat bimbingan belajar saat itu.

Tidak dapat saya pungkiri, ternyata pengalaman mengajar selama kuliah dan awal tiba di Jakarta, merupakan bekal utamaku menjadi guru di sekolah formal saat ini. Bahkan hingga sekarang saya sudah mengajar dan mendidik di sekolah formal lebih dari 15 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun