Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tentang Sebelas Maret dan Gebrakan Pendidikan Pekerja Migran

11 Maret 2020   14:30 Diperbarui: 11 Maret 2020   16:47 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, tanggal 11 Maret 2020 merupakan hari ulang tahun ke-8 Universitas Terbuka Pokjar Kuala Lumpur. Suatu perjalanan waktu yang cukup panjang untuk sebuah kegiatan di negeri orang yang sarat dengan aturan dan komitmen lain di tempat kerja.

Sewindu yang lalu, 60 orang calon mahasiswa pertama yang nota bene Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan penuh semangat bergabung menjadi bagian dari insan kampus merdeka Universitas Terbuka (UT). Tentu ada keinginan untuk berubah tersemat di hati yang dalam, dan melalui UT-lah hasrat itu dirasakan dapat tercapai.

Pada pertengahan 2011, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia Drs. Rusdi Taib, Ph.D., berbicara kepada saya untuk membuka membuka UT di wilayah akreditasi KBRI Kuala Lumpur. Setelah beberapa kesepakatan, akhirnya saya memenuhi keinginan beliau dengan jaminan membantu biaya operasional selama dua tahun baru kemudian berjalan secara mandiri.

Semangat membuka UT di Kuala Lumpur sama seperti keinginan saya saat membuka UT di Johor Bahru pada tahun 2009 yang lalu. Setiap akhir pekan berusaha meyakinkan tenaga kerja Indonesia di wilayah Johor tentang pendidikan jarak jauh UT. Saat itu saya hanya ingin agar ereka bisa kuliah sambil kerja dan lulus menjadi sarjana sehingga saat pulang ke kampung halaman, selain membawa uang juga membahwa gelar ijazah.

Pemikiran itu terbesit setelah melakukan observasi sederhana antara tahun 2007-2008. Banyak para muda-mudi Indonesia yang datang bekerja ke luar negeri karena tidak mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di tanah air. 

Tentu sebab dan tindakan mereka merantau berbanding lurus dengan alasan kebutuhan ekonomi, sehingga harus merantau jauh ke luar negeri untuk bekerja memperbaiki taraf hidup keluarga dan bahkan bisa menyisihkan uang untuk melanjutkan pendidikan bila sudah kembali ke kampung halaman.

Saya berpikir tidak harus menunggu pulang ke kampung halaman untuk masuk perguruan tinggi. Ibarat menarik rambut dalam tepung, rambut tidak putus tepung tidak bergerak. Maksudnya perlu bijak dalam bertindak.

Untuk situasi ini, UT menjadi solusi yang paling sesuai agar mereka bisa belajar sambil bekerja di luar negeri. Sistem belajar jarak jauh yang dilakukan UT menjadi konsep yang paling efesien bagi masyarakat Indonesia yang sedang merantau.

Keuntungannya jelas sekali, mereka bisa belajar dengan uang sendiri tanpa harus membebankan kedua orang tua yang mungkin sedang berjuang membereskan anak-anak mereka yang lain yang sedang duduk di bangku sekolah dasar dan menengah.

Dalam rentang waktu ini tentu telah banyak yang sukses berhasil menyelesaikan studi mereka dan meraih gelar sarjana. Namun demikian juga banyak yang putus di tengah jalan karena tidak mampu mengimbangi sitem belajar jarak jauh tersebut.

Keberhasilan mencapai sarjana adalah hal yang perlu disyukuri, pada saat yang sama kegagalan mengimbangi sistem belajar jarak jauh menjadi sesuatu yang harus dievaluasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun