Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan bagi Anak-Anak TKI di Malaysia

19 September 2017   12:49 Diperbarui: 19 September 2017   17:30 3985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa Indonesia yang bersekolah di CLC milik perusahaan perkebunan kelapa sawit di Malaysia Timur. Dok.Foto/Atdikbud KBRI-KL.

Pembukaan PKBM dan CLC untuk Anak Indonesia Usia Sekolah

Berhijrah, merantau, migrasi, transmigrasi atau apapun namanya selalu dikaitkan dengan perubahan sosial yang dalam konsep teori perkembangan, akan berlangsung secara linear untuk mencapai satu titik tertetu yang dituju. Merantaunya masyarakat Indonesia ke wilayah Semenanjung (Malaysia Barat) dan Borneo (Malaysia Timur) meninggalkan masalah yang serius terkait layanan pendidikan bagi anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI), baik mereka yang anggota keluarganya ikut serta merantau maupun yang ditinggalkan di kampung halaman.

Dalam artikel ini, akan menyorot masalah kesempatan bagi anak-anak Indonesia dalam mengakses layanan pendidikan baik formal maupun non-formal di Malaysia setelah pemeritah negara setempat membatasi kesempatan untuk anak-anak warga asing mengenyam pendidikan di sekolah milik pemerintah Malaysia. 

Di Semenanjung Malaysia, anak-anak Indonesia hanya dapat mengakses pendidikan formal lewat Sekolah Indonesia Luar negeri (SILN) yang ada di Kuala Lumpur dan Johor Bahru, sekolah-sekolah international school, dan sekolah agama milik perintah Malaysia. Adapun sekolah kebangsaan (negeri) sejak beberapa tahun terakhir sama sekali tidak menerima anak-anak warga asing karena pertimbangan subsidi yang berlaku hanya bagi pelajar warga negara Malaysia.

Pemerintah di Semenanjung Malaysia tidak membenarkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) membawa keluarganya ke Malaysia, sehingga apabila ada yang ,terpaksa membawa keluarganya, maka anak-anaknya yang usia sekolah akan terancam tidak dapat mengenyam pendidikan dimanapun karena tidak adanya akses pengurusan visa pelajar sehingga anak-anak TKI di Semenanjung Malaysia banyak yang tidak memiliki izin tinggal dan juga tidak bersekolah.

Lain halnya dengan kebijakan Pemerintah Malaysia di Negeri Sabah dan Sarawak (Malaysia Timur) yang memberi kebenaran bagi TKI untuk membawa keluarga dan sekaligus memberi kebenaran bagi anak-anak pekerja Indonesia terutama di perkebunan kelapa sawit bersekolah di Community Learning Center (CLC) yang disediakan oleh perusahan masing-masing. 

**

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur melalui Atase Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian Pendidikan RI, mengatur rencana strategis yang solutif dalam mesikapi masalah pendidikan bagi WNI/TKI yang sedang bekerja di Malaysia dengan membuka Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di wilayah Semenanjung Malaysia dan CLC di wilayah Sabah dan Sarawak.

Khusus bagi anak-anak Indonesia usia sekolah, akan diarahkan untuk masuk ke sekolah formal yang menyelenggarakan kegiatan belajar secara reguler, seperti Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) di wilayah Semenanjung Malaysia dan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) di Sabah, Malaysia Timur. Mereka yang tidak isa dilayani dengan sekolah formal, maka disediakan pusat belajar yang disebut CLC. Baik di sekolah formal maupun non-formal, 99% yang bersekolah adalah anak-anak pekerja migran Indonesia yang selama ini menetap dan bekerja di Malaysia.

Hingga tahun 2017, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur bekerja sama dengan berbagai pihak baik kantor perwakilan RI di wilayah setempat maupun Jabatan Pendidikan Negeri di Malaysia serta pihak perusahaan kebun kelapa sawit, sudah membangun 243 CLC di Sabah dan Sarawak untuk melayani sekitar 13,994 orang siswa baik yang legal dan ilegal. Pemerintah RI melalui kantor perwakilan yang ada di Malaysia akan terus membangun CLC sebagai solusi untuk mengantisipasi adanya anak usia sekolah yang tidak mendapat akses pendidikan yang layak sesuai amanat UUD 1945.

Untuk menjamin keberlangsungan layanan pendidikan di area terpencil di semua wilayah di Malaysia, Pemerintah Indonesia telah mengirim dan mengangkat relawan sebagai tenaga pengajar di seluruh CLC sebanyak 293 orang dengan perincian 207 WNI dan 86 warga negara Malaysia. Para relawan tersebut dikoordinir oleh penanggung jawab wilayah yang disebut Koordinator Penghubung (KP). Atas persetujuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Atdikbud KBRI Kuala Lumpur telah mengangkat tiga orang KP yang ditempatkan di wilayah Sarawak, Wilayah Kota Kinabalu, Sabah dan di wilayah Tawau, Sabah. Selain itu, khusus untuk wilayah Semenanjung Malaysia, KBRI Kuala Lumpur mengangkat petugas Koordinator Pendidikan Non-Formal untuk mengkoordinir segala bentuk kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan pendidikan bagi WNI/TKI di Malaysia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun