"Aku tidak akan melupakanmu, percayalah" Ucapku meyakinkannya.
"Kau boleh berkata begitu, tapi apakah kau akan sanggup menaklukkan waktu?" sanggahnya.
"Waktu?"
"Ya. Waktu. Dia yang akan menciptakan ruang buatmu,"
Aku menatapnya, "Ruang?"
"Ya. Ruang. Dia yang akan membatasi waktumu,"
"Waktuku? Apakah waktu akan menjadi milikku?"
"Terserah kau nanti. Apakah kau yang akan memilikinya atau kau yang akan dimilikinya,"
Dahiku berkerut. Mataku menciut.
"Jika kau mampu menggenggam waktu maka kau akan menciptakan ruangmu sendiri, tapi jika kau yang dikendalikan waktu maka dialah yang akan menciptakan ruang buatmu hingga kau terpenjara di dalamnya, lalu waktu akan meninggalkanmu hingga kau mengejarnya, menuntut iba padanya,"
Mataku makin menciut.
"Sampaikan padaku rahasia kelemahannya biar aku dapat menaklukkannya," pintaku.
"Percuma saja. Kau akan melupakannya,"
"Setidaknya sampaikanlah,"
Dia diam.
Menimbang.
Lalu menatapku lekang.
"Dengar. Ini adalah rahasia yang akan segera kau lupakan," ucapnya.
"Jika kau ingin menguasai waktu, kenalilah Cinta, Cipta, Ilmu, dan Kalbu. Cinta akan membawamu ke surga, tapi juga dapat menjerumuskanmu ke neraka. Cipta akan membuatmu menjualang, namun juga dapat menjatuhkanmu ke jurang. Ilmu akan membuatmu mengenali dirimu, namun juga dapat melupakan asalmu. Kalbu adalah tempat kembalimu yang mudah kau lupakan.
Kau adalah persekutuan ruh, aql, dan wadag. Wadagmu bergerak karena ruhmu, wadagmu beraksi karena aql-mu. Kenalilah ruh dan aql-mu. Wadag adalah yang kau rasakan, namun sejatinya tiada. Ruh tak dapat kau jamah, namun sejatinya abadi. Karena wadag dapat kau rasakan maka kau cenderung memuaskannya. Karena Ruh tak dapat kau sentuh, kau cenderung melupakannya. Karena aql tersembunyi, kau cenderung menafikannya.
Jika kau ingin menguasai waktu, kuasailah dirimu. Kenalilah dirimu. Jangan menjauh dari dirimu. Ingatlah, barangsiapa mengenali diri dia akan mengenali asal. Bangunkan aql-mu, puaskan ruhmu, pelihara wadagmu. Dengan demikian kau akan menguasai waktu, bukan dikuasai waktu."
Bersamaan dengan akhir petuahnya, danau tiba-tiba bergolak. Airnya memusar membuat sampan yang kami naiki berputar-putar. Apa yang kami takutkan sepertinya benar-benar akan terjadi: air danau surut dan kami akan tersedot ke dalamnya. Tanganku berusaha memegang tangan saudaraku agar tak terlepas namun pusaran air itu sungguh kuat. Kami benar-benar terpisah. Aku terseret pusaran air itu, masuk ke dasar danau. Aku tak tahu apa yang kemudian terjadi.Â