Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemberontakan Secara Konsep dan Praktik

3 Januari 2023   22:31 Diperbarui: 26 Januari 2023   22:51 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam sejarah dunia, tentu saja kita pernah mendengar sejarah pemberontakan. Pemberontakan Gereja (1517) menghasilkan penghapusan otoritas gereja atas kerajaan-kerajaan di wilayah Inggris dan Eropa, Pemberontakan Perancis (1789) telah menghasilkan salah satu revolusi paling terkenal dalam sejarah dengan tahun-tahun paling berdarah di Perancis, Pemberontakan Boxer (1901) yang menghilangkan kedaulatan dinasti di Cina dan merubahnya menjadi negara bermodelkan Republik ataupun Pemberontakan Russia (1917) telah menggulingkan monarki dari tampuk kekuasaan dan menjatuhkan trah kerajaan ke dalam cengkraman elit politik gaya Komunis.

Tak ada satup hal yang spesifik yang menyeragamkan antar gerakan pemberontakan tersebut, bisa berupa ambisi untuk mengendalikan kekuasaan, mengambil alih pemerintahan ataupun respon atas aspirasi kelompok masyarakat yang diabaikan oleh kelompok penguasa. Sebagaimana kita melihat perbedaan motif maupun kepentingan yang diperoleh antar Pemberontakan Protestan, Pemebrontakan Perancis, Pemeberontakan Cina ataupun Pemberontakan Cina, semuanya memiliki motif, strategi dan kepentingan yang berbeda pula.

Secara umum pemberontakan yang berusaha mengambil alih kekuasaan lebih dikenal sebagai Revolusi,  sebuah terminology yang pertama kali populer di era Pemberontakan Perancis yang gagasannya berhasil mengakiri otoritas keagamaan Katholik yang saat itu masih berupa kekaisaran dan dimulai dengan intensitas pengembangan ilmu pengetahuan yang terbebas dari nilai dan otoritas tertentu. Periode ini secara umum dikenal sebagai Rennaisance, atau abad pencerahan.

Pemberontakan memanglah sebuah hal yang terjadi dimana-mana, motif kepentingan ataupun sekedar ingin mengambil alih dan melakukan control kekuasaan seringkali jadi motif utama, sedangkan dorongan yang berupa sokongan modal dari negara asing juga seringkali jadi variable sekunder yang melatarbelakanginya. Permasalahannya keterbatasan pengetahuan yang kita miliki atas sebuah informasi yang mendetil  hanya dapat didapatkan oleh intelejen, sedangkan yang memiliki akses rahasia tersebut adalah pemerintahan eksekutf.

Tak jarang masyarakat akan menganggap negara akan melakukan dominasi ulang atas wilayah yang diduduki oleh kelompok pemberontak akan dijaga kerahasiaannya, kecuali ada kebocoran informasi yang secara tidak sengaja diketahui oleh jurnalis. Sedangkan motif stabilitas negara atas politik domestic dan eksplorasi alam yang dapat negara lakukan ke wilayah tersebut juga merupakan factor pendorong kerahasiaan akan sebuah operasi pemberantasan kelompok pemberontakan dilakukan oleh negara.

Pemberontakan adalah sebuah gerakan yang kadang kala dianggap sebuah kegiatan yang subversive. Menginisiasi rangkaian perlawanan dan terror bagi kelompok masyarakat di sebuah wilayah berdaulat. Namun, walaupun stempel dari otoritas berkuasa seperti pemerintahan melabeli gerakan ini, sebagian gerakan ini justru menghasilkan sebuah wilayah kedaulatan baru.

Gerakan perlawanan yang berawal dari keinginan untuk melakukan segragasi telah terjadi di berbagai negara dunia. Diantara perlawanan yang berhasil secara politik adalah pemisahan Pakistan dari wilayah India, Kosovo dari Serbia, Ceko dari Slowakia ataupun Timor Leste dari Indonesia. Namun kalau kita rinci lebih jauhpun akan ada banyak kelompok pemberontak yang nyatanya tak sama sekali berhasil untuk membentuk otorita baru, factor perlawanan dari kekuatan bersenjata dalam negeri ataupun negosiasi dari kelompok kepentingan dalam negeri seringkali jadi penghalang dari ambisi kelompok pemberontak ini.

Secara domestic, dalam negeri saja melalui sejarah yang kita baca dalam pelajaran sejarah di tingkat sekolah dulu ada banyak kelompok kepentingan yang gagal untuk melakukan pemisahan kedaulatan seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Darul Islam-Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan masih banyak lagi kelompok identitas yang mengatasnamakan sebuah kelompok tertentu yang gagal memenuhi perjuangan otonominya sendiri.

Hal ini bukannya sebuah variable tunggal, melainkan gabungan dari kebutuhan kompleks yang secara domestic menimbulkan hubungan timbal balik antara intrumen-instrument tersebut. Bagi pemberontak, otonomi atas hak prerogatif wilayah dan kekayaan alam yang miliki adalah sebuah aspirasi yang ingin secara telak diwujudkan, namun bagi pemerintahan berkuasa pemberian ha katas otonomi dan segragasi wilayah adalah isu sensitive yag dapat mengganggu kedaulatan mereka secara politik ataupun ekonomi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun