Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Politik Patron di Indonesia

22 September 2020   06:17 Diperbarui: 22 September 2020   06:42 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

OTT dari salah satu Ketua Partai Politik yang berasal dari Partai Pendukung Kandiddat Petahana, Romahurmuziy terkait dugaan kasus Jual beli jabatan itu dilakukan di Hotel Bumi Surabaya pada Tahun 2019 lalu. Penagkapan ini monumental. mengapa? karena pasca ramainya pencalonan Romi sebagai kandidat wakil presiden yang dianggap mewakili suara kaum muda. 

Partai berlogo Kabah itupun hampir kehilangan suaranya di ambang treshold.  Untung, suara yang didapatkan oleh PPP masih sedikit lebih banyak dari ambang batas minimum sebuah partai bisa duduk di Parlemen yang  saat ini berada di angka 4%. Dalam operasi tersebut KPK menangkap 6 orang dan menyita uang sekitar Rp 120,2 juta. 

Praktik Jual-beli jabatan adalah salah satu dari banyak masalah akut yang ada dalam lingkar birokrasi di Indonesia. Jual beli suara dan jabatan kerap menyertai sesi pesta demokrasi rakyat saat ini. Karna nyatanya konotasi pesta yang diyakini oleh para petinggi partai ini adalah pesta uang, jabatan dan gelar. Sama sekali menghilangkan citra "perayaan hak pilih" buat masyarakat Indonesia.

Korupsi di Indonesia bukan barang baru, sudah terjadi sejak lama. Di zaman Soeharto bisnis politik memang dikuasai oleh dinasti Cendana, namun yang saat ini terjadi, berbagai kalangan bisa saja ikut andil dalam bisnis birokrasi ini untuk ambil gelar, suara ataupun jabatan. 

Bukan hanya Romy yang merupakan ketua partai politik yang bisa menjadi tersangka, seperti anggota DPR, pejabat pemerintahan ataupun kepala daerah. Sistem birokrasi yang kaku membiarkan birokrasi di Indonesia masih berkutat pada sistem pengawasan yang kuran transparan, seperti yang terjadi dalam kasus OTT Romi ini. Kasus ini memberikan fakta tentang birokrasi negri ini yang masih membuka peluang bagi tindak pidanan korupsi. 

Sebuah pertanyaan lain yang mengiringi OTT Romi adalah pertanyaan "Apakah Mentri Agama turut andil dalam prosesi lelang-jabatan yang dilakukan oleh para petingginya?". Seperti kita ketahui, bahwa dukungan suara dan materi dapat merangkul berbagai kalangan untuk memenangkan kontestasi politik, baik itu pemilu setempat ataupun konstestasi yang sifatnya nasional seperti Pilpres. Patronase elit adalah bagian yang tak terpisahkan dari kasus ini. 

Perbedaan antara patronase dan klientelisme juga dapat ditilik dari karakteristiknya masing-masing. Karakteristik yang memberikan ciri spesifik dari patronase adalah relasi patron-klien yang bersifat personal, informal, sukarela, resiprokal, tidak setara, dan bersifat dua arah. Dan kasus ini adalah sebuah patronase jaring laba-laba yang pada akhirnya akan menyeret figure-figur sentral di kalangan birokrat negara.

Perlu diakui bahwa mencari dukungan electoral bagi para kontestan pemilu bukanlah persoalan yang mudah, terlebih apabila karakteristik pemilih di Indonesia yang masih belum memiliki budaya politik partisipan, maka politik transaksional menjadi jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan dukungan. Pada titik tertentu, para birokrat juga menginginkan adanya peningkatan karir dalam jabatannya di pemerintahan. 

Integritas segenap aparatur sipil jadi pertanyaan penting dalam birokrasi kita. Tataran paternalisme ini menjadi suatu bentuk pendelegasian, di mana bawahan tetap loyal terhadap atasan tanpa memperhatikan secara mendalam tentang kemungkinan yang mungkin akan terjadi untuk kepentingan rakyatnya. 

Birokrasi juga harus siap menerima kemungkinan perubahan yang terjadi baik dalam lingkup birokrasi maupun di luarnya dengan menerjemahkannya menjadi jawaban atas tiap permasalahan yang ada. 

Selain itu, transparansi sistem yang harus dilaksanakan oleh seluruh pihak adalah penting, untuk meningkatkan tingkat kepercayaan publik yang nantinya akan berpengaruh pada bagaimana diselenggarakannya pemerintahan, baik di daerah atau yang bersifat nasional. Birokrat harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, sehingga birokrasi secara efektif mampu memetakan pemberdayaan seluruh aparatnya untuk memiliki orientasi perubahan bagi kemaslahatan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun