Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kondisi dan Pentingnya Literasi Digital bagi Kompasianer

6 Juli 2022   08:00 Diperbarui: 6 Juli 2022   08:03 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Literasi digital amat penting bagi praktik jurnalisme warga. Lalu, bagaimana dengan kondisi literasi digital para kompasianer?

Media online saat ini menjadi media komunikasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Reuters Institute (2021), media online khususnya media sosial menjadi yang paling tinggi penggunaannya, yakni mencapai 89%. Meski menjadi media yang paling banyak diakses, namun media sosial justru menjadi media komunikasi yang paling banyak memiliki hoaks. Berkembangnya hoaks di media sosial tidak terlepas dari kemampuan masyarakat saat ini yang dapat menjadi konsumen dan produsen pesan sekaligus (Khaerudin, 2021).

Kemampuan ini pada akhirnya melahirkan era informasi, di mana informasi melimpah ruah di ruang digital dan akhirnya menyebabkan banjir informasi di berbagai media online (Tajuk Rencana Kompas, 2021). Namun, alih-alih membawa manfaat positif, banjir informasi di satu sisi juga membawa dampak negatif, yakni munculnya banjir informasi hoaks, khususnya di media online seperti media sosial dan blog, yang pada akhirnya memicu tercemarnya informasi serta mempengaruhi pengambilan keputusan yang salah (Chryshna, 2021 & Romli, 2012).

Meluasnya banjir informasi hoaks di media online, khususnya media sosial tidak terlepas dari praktik jurnalis warga yang tidak memiliki peran gatekeeper untuk memastikan kelayakan suatu informasi (Arnus, 2018). Selain itu, praktik jurnalisme warga banyak yang tidak memperdulikan kewajiban etis (deontologi) jurnalisme dalam proses produksi berita atau informasi, sehingga kelayakan, keamanan, dan keabsahan suatu informasi yang bersumber dari jurnalisme warga menjadi diragukan (Haryatmoko dalam Kurniawan, 2021).

Salah satu dampaknya adalah meluasnya peredaran hoaks COVID-19. Menurut Yuniarto (2021) terdapat sekitar 1.719 isu hoaks kesehatan, di mana di tahun 2020-2021 hoaks mengenai kesehatan didominasi oleh COVID-19. Untuk dapat mengatasi hal tersebut, maka menurut Nurhajati et al (2019) serta Ross & Cormier (2010), seorang jurnalis warga perlu mempelajari literasi digital agar mampu melahirkan informasi yang berkualitas; mampu melakukan kegiatannya dengan bijak dan beretika; serta sesuai dengan nilai moral yang berlaku.

Untuk dapat mewujudkannya, menurut Rahardi (2012) serta Ross & Cormier (2010), seorang jurnalis warga perlu untuk memiliki kecakapan dalam membaca. Karena praktik jurnalisme warga bersifat fleksibel dan bahkan cenderung tidak terkontrol, maka proses membaca suatu informasi seperti memahami, menganalisis, memverifikasi, dan mengevaluasi menjadi semakin penting bagi praktik jurnalisme warga yang bertanggung jawab. Meski begitu, namun indeks literasi digital di Indonesia dapat dikatakan masih belum cukup baik.

Menurut Kemenkominfo dan Katadata Insight Center (2020), skor indeks literasi digital Indonesia adalah 3,47 atau masuk dalam kategori sedang. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya sub-indeks informasi dan literasi data atau pada permasalahan membaca. Permasalahan ini akhirnya berdampak pada meluasnya hoaks yang ikut mempengaruhi rendahnya adab digital (Arika, 2021 dan Microsoft, 2021). Hal ini membuktikan bahwa literasi digital di Indonesia perlu mendapatkan perhatian dan media sosial tidak menjadi tempat yang aman untuk memperoleh informasi.

Menurut Romli (2012), media online situs berita menjadi salah satu tempat yang aman untuk memperoleh berbagai sumber informasi yang kredibel, sebab dikelola oleh lembaga pers yang terverifikasi dan mampu mempertanggungjawabkan konten yang diproduksi. Namun, media online situs berita di Indonesia juga memiliki permasalahannya, di mana ada begitu banyak yang belum terverifikasi. Dari 43.300 situs berita, hanya ada 85 situs yang terverifikasi faktual dan 169 situs yang terverifikasi administratif (Dewan Pers, 2020).

Maka, menjadi satu tantangan bagi jurnalis warga untuk menyaring informasi, memilah, dan memilih media yang kredibel agar mampu memperoleh berita dan informasi yang faktual. Meskipun media online, seperti situs berita dan media sosial memiliki masalahnya masing-masing, namun ada satu media online kategori media sosial mainstream citizen journalism bernama Kompasiana yang unik dan cukup berbeda dari media online kategori media sosial lainnya (Eddyono, 2019: 77 dan Kusumaningati, 2012).

Menurut survei dari Dable (2021), Kompasiana berhasil menjadi satu-satunya media sosial berbasis blog yang masuk ke dalam jajaran 30 besar situs web kategori media berita di Indonesia dan berhasil menduduki peringkat ke-24 di tahun 2020. Keunikan yang dimiliki oleh Kompasiana sebagai salah satu media online ini pada akhirnya mendorong penulis untuk mencari tahu lebih dalam terkait dengan proses literasi digital kompasianer sebagai bagian dari jurnalisme warga dalam membaca berita COVID-19 di situs berita online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun