Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kapitalisme dan Kegagalan Paham Selama 154 Tahun

13 Januari 2021   08:00 Diperbarui: 9 September 2022   16:29 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karl Marx dan kita yang masih gagal dengan konsep kapitalisme | tls.co.uk

Dengan adanya persaingan bebas dan berlakunya ‘the invisble hand’ dalam kegiatan ekonomi masyarakat, maka secara tidak langsung ada berbagai kebaikan lain yang bisa tercipta secara organik. Adam Smith dalam bukunya berpendapat, “jika seseorang mengejar kepentingan mereka sendiri untuk sebuah nilai keadilan yang terkandung di dalam pasar persangain bebas, maka secara tidak langsung mereka telah ikut mempromosikan segala kebaikan yang ada di masyarakat.”

Bagaimana maksudnya? Dengan pasar persaingan bebas, setiap orang akan mendapatkan kesempatan yang sama untuk berubah secara ekonomi maupun finansial, dan setiap orang mendapat porsi kontribusi yang sama pada kemajuan sebuah negara, yang bisa dimulai dari membayar pajak, menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat dan lainnya. Keadaan inilah yang pada akhirnya mengakibatkan semua orang punya kesempatan untuk hidup lebih sejahtera.

Namun, dalam ideologi yang digagasnya, Adam Smith memberikan sebuah peringatan awal bahwa konsep yang dikemukakannya masih berpotensi untuk melahirkan stratifikasi atau kasta sosial di tengah masyarakat. Sehingga, menurut Adam Smith fenomena adanya tuan tanah; pemilik modal; buruh dan pekerjaan upahan akan tetap ada. Namun bedanya, dengan persaingan pasar bebas, masyarakat punya kesempatan untuk bisa lebih sejahtera di esok hari.

Atau dengan kata lain, kue kesejahteraannya semakin membesar untuk lebih banyak orang. Dari konsep yang dikemukakan oleh Adam Smith, akhirnya pasar persaingan bebas sering juga disebut sebagai commercial society atau masyarakat komersial. Artinya, masyarakat dapat menentukan keputusan ekonominya berdasarkan kekuatan modal dan keahlian yang dimilikinya untuk mempekerjakan banyak tenaga kerja dan menciptakan produk-produk bagi masyarakat luas.

Atau dalam konteks hari ini, biasa kita kenal sebagai ‘swastanisasi’, dimana ada pertukaran keahlian dan modal di dalam masyarakat untuk dapat saling memenuhi kebutuhan ekonomi masing-masing pihak. Oke, itu tadi adalah konsep persaingan pasar bebas yang digagas oleh Adam Smith. Lalu, dari manakah muncul istilah kapitalisme dari gagasan Adam Smith? Konsep mengenai kapitalisme sejatinya adalah sebuah gagasan yang dikemukakan oleh Karl Marx.

Setelah kematian Adam Smith pada tahun 1790, Karl Marx bersama Frederich Engels membuat sebuah buku bernama Das Kapital di London, dan diterbitkan pada tanggal 18 September 1867. Di sinilah kapitalisme lahir dan bertujuan mengkritik keadaan sosial, ekonomi dan politik atas dampak dari berlakunya pasar persaingan bebas. Pernyataan Marx mengenai kapitalisme muncul berdasarkan hasil temuannya mengenai kesenjangan antara buruh dengan pemilik modal.

Menurut Marx dalam DARI MAO KE MARCUSE Percikan Filsafat Marxis Pasca Lenin karya Franz Magnis Suseno (2013), pasar persaingan bebas pada hakikatnya adalah salah satu cara untuk melakukan pemiskinan terhadap kaum buruh. Cara yang dilakukan adalah mengurangi gaji buruh untuk bisa menekan biaya produksi, sehingga pemilik modal bisa mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Fenomena ini dikemudian hari dikenal sebagai ‘proletarisasi’.

Maka dari itu, di banyak buku-buku politik kiri dan aliran-aliraan kritis, kaum buruh sering disebut sebagai kaum ‘proletar’ dan si pemegang modal disebut sebagai kaum ‘kapitalis’ atau ‘borjuis’. Dalam ilmu ekonomi politik, buruh pada saat itu menghadapi suatu proses bernama komodifikasi. Dimana buruh dilihat sebagai suatu komoditas penting yang bisa tukarkan dengan komoditas lainnya, seperti gaji atau upah. Komodfikasi inilah yang mengakibatkan kesenjangan sosial.

Timbulnya kesenjangan sosial, antara buruh dengan pemegang modal | medium.com/@muhfachridarmawan
Timbulnya kesenjangan sosial, antara buruh dengan pemegang modal | medium.com/@muhfachridarmawan

Buruh atau tenaga kerja yang tadinya bisa memberikan energi positif bagi masyarakat luas dalam rupa pelayanan, pengajaran, penciptaan dan lainnya, harus rela diturunkan derajat hidupnya akibat komodifikasi. Dengan adanya komodifikasi, buruh atau tenaga kerja ini lalu dipandang sebagai orang yang perannya adalah utnuk menciptakan dan membuat sesuatu saja. Jadi, bisa dibilang buruh adalah komoditas produksi yang bisa dipertukarkan dengan harga yang murah.

Dalam buku Consumer Culture Reborn karya Martyn J. Lee (2013), buruh pada dasarnya hanya melakukan hal tersebut karena adanya bentuk permintaan pasar, sebagai akibat dari tingginya angka konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat luas. Kemudian, hal ini pun memicu terjadi proses marjinalisasi tenaga kerja, bahwa peran tenaga kerja itu pada hakikatnya bertujuan hanya untuk mencari uang atau upah dari hasil kerja mereka supaya mereka bisa mencukupi kebutuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun