Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Demonstrasi, Kebudayaan Tutur dan Rendahnya Aktivitas Literasi Membaca

4 November 2020   07:00 Diperbarui: 4 November 2020   07:04 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa sedang mengikuti demo| mediaparahyangan.com

Pada hari Senin, tanggal 5 Oktober 2020 lalu, Omnibus Law RUU Cipta Kerja akhirnya disahkan oleh Parlemen menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini pun seperti biasanya, diwarnai oleh aksi demonstrasi dan diakhiri dengan tindakan anarkis, yang dilakukan oleh sekelompok oknum. 

Aksi pembakaran halte bus, pos polisi hingga vandalisme diberbagai sarana prasarana publik, selalu mewarnai setiap aksi demo yang terjadi di Indonesia.

Oke, ulasan artikel kali ini, pada dasarnya tidak ingin membedah isi dan melakukan kajian politik dari Undang-Undang tersebut. Kenapa? Karna pertama penulis bukanlah seorang pengamat politik dan juga bukan politisi muda; kedua, penulis yakin bahwa tidak mudah untuk menerjemahkan sebuah ‘bahasa’ politik, sehingga perlu sebuah pendekatan khusus; dan yang ketiga, biarkan isi dari Undang-Undang yang bermasalah diserahkan kepada para ahli untuk diajukan banding.

Lalu, apa yang mau dibahas dalam artikel kali ini? Yang ingin penulis bahas tentu saja adalah aksi demonstrasi, bukan hanya dari demo UU Cipta Kerja saja, tapi dari semua aksi demo yang pernah terjadi di Indonesia. 

Jika pembaca cukup peka dalam melihat berbagai aksi demonstrasi, ada banyak sekali peserta demo, terutama pelajar yang ketika ditanya oleh wartawan di lapangan, tidak pernah bisa menjabarkan secara utuh dari isi masalah yang mereka serukan

Tentu tidak semua peserta demo seperti itu, tapi akan menjadi masalah yang pelik ketika ada banyak sekali peserta demo yang mulai salah menerima dan salah mengartikan maksud dari berbagai poin-poin penting yang diserukan. 

Tentu kesalahan seperti ini datang karena tidak banyak dari peserta demo yang menghadirkan sikap kritis dan skeptis dalam menerima sebuah isu politik, sehingga banyak dari mereka yang terpancing dan hanya mengikuti arus.

Pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa hal itu bisa terjadi? Ya, tentu saja ada banyak faktor. Namun, salah satu faktor yang berhasil penulis temukan dan cukup bisa menjelaskan fenomena diatas adalah budaya. 

Tapi budaya yang seperti apa? Budaya yang dimaksud adalah budaya literasi dan budaya tutur. Permasalahan budaya literasi di Indonesia adalah pekerjaan rumah yang tak berujung dan memerlukan kerja ekstra.

Dilasnir dari Konde.co (15/3/2020), sebuah penelitian yang bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked, memaparkan data, bahwa Indonesia adalah negara yang berada di urutan kedua dari bawah atau di peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun