Mohon tunggu...
Theresia Vania Somawidjaja
Theresia Vania Somawidjaja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara

Seseorang yang ingin berkarya

Selanjutnya

Tutup

Diary

Antara Hidup dan Mati

1 Desember 2021   08:00 Diperbarui: 1 Desember 2021   08:01 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Antara hidup dan mati. Itulah yang dirasakan Japutra ketika dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19. Japutra adalah salah satu pasien sembuh dari virus Covid-19 pada Juli 2021. Ia menceritakan bahwa virus itu membuat hidupnya di ambang kematian.
Pada 15 Juni lalu, pemimpin perusahaan meminta tolong Japutra untuk menemaninya ke rumah sakit. Karena badan terasa lemas dan demam, pemimpin tersebut memutuskan untuk swab PCR secara drive thru. Setelah swab PCR, pemimpin Japutra memerintah kepadanya supaya mengganti masker yang ia gunakan. Tanpa berpikir panjang, ia pun melepas masker dan menerima masker baru dari pemimpinnya.

Dua hari berlalu, badan Japutra terasa lemas dan demam seperti yang dialami oleh pemimpinnya. Keluarga Japutra berpikir bahwa gejala yang ia alami seperti terinfeksi Covid-19. Akhirnya, Japutra memutuskan untuk isolasi mandiri dan swab PCR pada pagi hari.
Saat menunggu hasil tes swab PCR, Japutra mempunyai firasat buruk bahwa ia telah terinfeksi virus Covid-19. "Sejak kemarin, saya tidak bisa tidur seperti ada kejanggalan. Saya berpikir jangan-jangan ..." Belum selesai berbicara, tiba-tiba hasil tes tersebut disampaikan. Ternyata firasatnya benar, ia dinyatakan terinfeksi Covid-19. Setelah melihat hasil tes, ia memberi kabar kepada keluarganya bahwa ia dinyatakan positif Covid-19 dan panik karena bingung untuk isolasi mandiri.

Japutra merasa heran karena tidak diberi kabar oleh pemimpinnya mengenai hasil tes swab PCR yang telah diterima. Ia memiliki prasangka buruk bahwa pemimpinnya sudah menularkan virus Covid-19. Sementara itu, ia menunggu kabar dari keluarganya sambil mencari hotel untuk isolasi mandiri karena banyak anggota keluarga yang tinggal bersamanya dan tidak dapat isolasi mandiri di rumah.

Setelah berdiskusi, keluarga Japutra memutuskan untuk mengungsi di rumah sepupunya agar Japutra dapat isolasi mandiri di rumah. Setelah mendapat kabar pasien sembuh Covid-19 bahwa saat dinyatakan negatif Covid-19 sulit keluar dari rumah sakit, ia takut dirawat di rumah sakit. "Hasil tes [dinyatakan] positif, saya sangat terkejut dan tidak percaya dengan hasil yang ada. Tidak hanya panik, [tetapi] dada saya terasa sesak dan sulit untuk bernapas. Saya takut disuruh opname karena mendapat kabar [bahwa] saat sudah [dinyatakan] negatif sulit keluar dari rumah sakit. Saat isolasi pun, pasien tidak boleh menggunakan gadget di dalam ruangan," ujarnya.

Sepuluh hari kemudian, ia merasa sakit yang dialami kian bertambah parah dan kadar oksigen di tubuhnya pun menurun. "Saat itu, saya tidak kuat menghadapi penyakit itu. Bagaikan hidupku di ambang kematian. Kepala sangat pusing dan terasa ingin meledak, indra penglihatan saya tidak jelas, [serta menggunakan] tabung oksigen sangat banyak," celetuknya.

Malam itu, Japutra pergi ke klinik spesialis menangani penyakit Covid-19 di Jakarta Utara. Sampai di sana, ia terkejut melihat antrean begitu panjang. "Klinik ini [merupakan] rekomendasi dari sepupu saya yang sudah sembuh dari Covid-19. Mungkin [promosi] dari mulut ke mulut, klinik ini menjadi penuh," ujarnya sambil menunggu antrean.

Saat memasuki ruangan dokter, ia menceritakan semua keluhan yang dialami dan tidak ada satu pun obat yang masuk ke dalam tubuhnya karena merasa mual dengan obat yang sangat banyak. "Kenapa mual? Memang obat yang harus diminum sebanyak itu. Apakah kamu yang [ingin] melawan virus atau virus yang menyerang kamu? Ayo semangat! Tahan rasa sakit itu," ujar dokter melihat Japutra terlihat lesu.

Seketika, Japutra sadar bahwa ia harus semangat melawan virus itu. Jika sudah sembuh, ia dapat bertemu dengan keluarganya dan kembali beraktivitas seperti semula. Namun, dokter tersebut menganjurkan ke dokter spesialis paru-paru untuk memeriksa kondisi paru-paru Japutra. "Kamu perlu pergi ke dokter paru-paru, takutnya paru-paru kamu ada bercak putih. Kalau tidak diperiksa, bahaya bisa terkena badai sitokin," kata dokter kepadanya.

Perkataan dokter tersebut benar. Hasil scan menunjukkan bercak putih pada paru-paru. Saat itu, Japutra berserah diri kepada Tuhan sambil berdoa agar terhindar dari malapetaka. "Andaikan waktu itu tidak mengambil masker dari pemimpin, saya tidak akan mengalami sakit seperti ini," celetuknya merasa kecewa.

Setiap hari, Japutra selalu melakukan video call dengan ibunya untuk menemani kesunyian yang ia rasakan. Hanya kasur dan bantal yang paham dengan keluhan rasa sakit yang dialami. Air mata ibu Japutra selalu mengalir setiap video call dengannya. "Saya sangat menderita. Terkurung dalam kamar berhari-hari dengan kesunyian yang ada. Berbicara saja sulit karena kadar oksigen tubuh yang menurun dan penuh sesak dalam dada. Saya merasa bosan saat isolasi [mandiri]," tutur Japutra.

Setelah tiga minggu isolasi mandiri, akhirnya Japutra dinyatakan negatif terpapar virus itu dalam tiga kali pengujian medis Covid-19 pada 11 Juli. Meskipun demikian, ia mengatakan bahwa virus itu tidak memandang orang yang tidak mengikuti protokol kesehatan. Faktanya, ia sudah mengikuti protokol kesehatan dari pemerintah tetap terkena virus tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun