Mohon tunggu...
Theresia Sumiyati
Theresia Sumiyati Mohon Tunggu... Guru - https://www.kompasiana.com/theresiasumiyati8117

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak laki-laki. Senang membaca, menulis, dan bermain musik. Hidup terasa lebih indah dengan adanya bacaan, tulisan, dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Sukacita dari Jambi

29 Januari 2022   06:22 Diperbarui: 29 Januari 2022   06:27 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Sukacita dari Jambi

Selalu diawali dengan berfoto.  Para ibu kalau sudah berkumpul, sesi foto tak akan dilewatkan  apa pun gayanya. Keceriaan selalu menyertai setiap cekrak-cekrek dilakukan. Tak pernah diikutsertakan rasa-rasa yang membuat kening berkerut.

Cucian setumpuk di rumah tak ada lagi dalam pikirannya. Hampir semua ibu mengosongkan diri untuk acara yang diadakan pada hari itu yaitu rekoleksi. Tentu para ibu ini tidak sembarangan meninggalkan rumah. 

Dari beberapa ibu yang bercerita dengan saya, mereka tetap membereskan rumah sebelum meninggalkannya untuk beberapa lama. Makanan untuk keluarga pasti diutamakan sebelum kaki melangkah ke luar rumah.

Acara pada hari itu memang perlu pengosongan diri. Dengan tujuan mengisi kembali hati dan pikiran dengan hal-hal baru yang bisa memberi kesegaran. Acara ini baru pertama kali dilakukan setelah hampir 2 tahun dunia dibuat terkesima oleh makhluk kecil bernama Corona.

Acara yang dibawakan oleh dua orang Suster ini memang begitu mengena di hati. Cara membawakan yang penuh ceria dan energik membuat ibu-ibu ini seakan mendapatkan kembali semangat mudanya. Dengan bernyanyi, bergoyang, sharing pengalaman, waktu 4 jam dilalui tanpa kata capek.

Ada beberapa hal yang bisa diserap dalam pertemuan waktu itu.

Jangan menghakimi: jika seorang teman bercerita tentang apa yang dialami, tugas kita cukup mendengarkan saja. Memberi solusi mungkin diharapkan oleh teman tersebut. 

Namun jika tidak bisa, didengarkan saja orang tersebut sudah merasa lega. Jangan malah sebaliknya kita ikut  menyalahkan orang tersebut. Jika hal itu kita lakukan bukankah kita menambah penderitaan orang tersebut? Ia butuh didengarkan. Kita punya telinga, maka wajib mendengarkan dengan baik.

Kita menemukan beberapa aneka ragam sikap setiap orang. Ada yang usil, ada yang pendiam, ada yang mencari enaknya, dan ada yang sukanya hanya bersenang-senang. Semua itu merupakan kekayaan dunia. Perbedaan itulah yang membuat dunia ini semakin indah dan semarak.

Hidup tidak selamanya menyenangkan dan tidak selamanya menyedihkan. Dua hal itu selalu berganti mewarnai cerita kehidupan setiap manusia. Seperti siang yang siap menggantikan malam. 

Seperti matahari yang selalu siap menggantikan gelapnya malam dengan sinar yang menghangatkan dan menerangi. Menjalani hidup dalam suka dan duka, dan tetap berserah kepada Tuhan.

Banyak liku-liku kehidupan yang tetap harus dijalani oleh kita yang ada di dunia ini. Bahkan kadang harus melaluinya dengan cucuran keringat dan air mata. Seperti permainan yang dilakukan pada saat rekoleksi itu. 

Setiap kelompok harus bekerjasama menemukan barang-barang berharga yang sengaja disembunyikan. Satu kelompok dengan mudahnya melakukan hal itu. Namun, satu kelompok melakukannya dengan susah payah. 

Yakin bahwa sebelumnya menyimpan barang berharga di sebuah tempat, namun ketika dilihat tempat tersebut barang yang dimaksud sudah tidak ada. Padahal barang itu sangat  berharga bagi dirinya, yaitu cincin perkawinan. 

Maka dengan berjalan bersama dalam sebuah ikatan tali di tubuh mereka,  diikuti dengan mendaraskan doa satu kelompok merasakan kekhawatiran, kesedihan, dari seorang anggota tersebut. Terlihat wajah-wajah sedih mendekati putus asa namun tetap berjalan mencari barang yang dikira sudah hilang itu. 

Di ujung rasa putus asa,  sebuah pertolongan datang. Barang yang dicari ada di tangan seseorang. Hati ingin bersorak gembira. Rasa haru dan syukur tergambar dalam sesungging senyum walaupun masih bercampur air mata.

Segala macam warna bisa terjadi. Namun dengan mengandalkan Tuhan semuanya bisa teratasi. Mungkin masalah waktu yang kadang tak sesuai dengan prediksi manusia. Padahal memang begitu. Bukankah waktu sehari bagi Tuhan sama dengan seribu tahun bagi manusia?

Mengandalkan Tuhan dengan membangun relasi dengan-Nya. Dalam keadaan susah maupun senang relasi dengan Tuhan jangan dilupakan. Suster Martina, SJD pembimbing rekoleksi saat itu mencontohkan saat bisa tidur nyenyak, beliau bercerita dan berterima kasih kepada Tuhan. Demikian juga saat tidak bisa tidur, tetap bercerita kepada Tuhan sambil minta pertolongan kepada-Nya untuk tetap menemani.

Tengah hari, ketika matahari menyengat tubuh, ibu-ibu yang kian mendidih itu kembali ke rumah masing-masing. Mereka membawa beberapa kata dan cerita yang bisa menyegarkan jiwa. 

Hati yang penuh suka cita tergambar nyata di wajah para ibu WKRI cabang St Teresia Jambi. Semoga semangat yang "mendidih" itu bisa membantu untuk menjalani kehidupan keluarga maupun dalam komunitas yang lebih luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun