Mohon tunggu...
Theresia Sumiyati
Theresia Sumiyati Mohon Tunggu... Guru - https://www.kompasiana.com/theresiasumiyati8117

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak laki-laki. Senang membaca, menulis, dan bermain musik. Hidup terasa lebih indah dengan adanya bacaan, tulisan, dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu Harus Pulang

24 September 2021   13:20 Diperbarui: 24 September 2021   13:22 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Ia terbangun saat senja tela tiba. Matanya nanar melihat kekecewaan masih menggantung di pinggir ranjang. Namun ia tak bisa membongkarnya dan melabuhkan di hati Ren, lelaki tampan anak Pak Soni. Semuanya sudah berlalu. Dengan gontai ia beranjak, melangkah ke tempat sampah, mengambil kertas putih yang teronggok di situ. Dirapikan satu persatu, dibaca ulang kalimat-kalimat di dalamnya. Ia tersenyum getir, "Aku telah kecewa."

            Tum menyimpan kertas-kertas itu ke sebuah tempat rahasia, yang tak bisa dilihat oleh siapa pun, termasuk ibunya.  Ia kembalikan wajah tenang dan penuh senyum hingga ibunya  tidak tahu apa yang terjadi.

            Hari berlalu, minggu berganti, bulan datang, dan tahun semakin panjang.  Tum sudah menjadi sangat dewasa. Ia bekerja di sebuah perusahaan batu bata. Kehadiran dirinya di perusahaan batu bata tersebut telah memberi warna baru. Perusahaan semakin maju, produksi semakin meningkat, penghasilan Tum semakin banyak.

            Ia teringat cita-citanya ketika masih sekolah, akan memberikan kebahagiaan kepada ibu tercinta. Ia tidak ingin ibunya tetap menikmati kemiskinan. Maka dibawanya  ibu ke rumah baru. Rumahnya memang tidak begitu mewah tetapi jauh lebih baik daripada rumah yang ibu miliki.

            Ibu sangat gembira dan bersyukur atas pencapaian anaknya Tum. Ia nikmati masa tuanya di sebuah rumah bagus itu. Bangun, berdoa, mandi, sarapan, itulah rutinitas barunya. Tak perlu lagi bersusah payah mencari uang. Tum mencukupi segalanya.

            Hingga suatu ketika saat ibu memandang ke luar jendela, "Tum aku pulang saja."            "Emang kenapa Bu, apa rumahku ini tidak nyaman?"

            Ibu menggeleng. Bibirnya memaksakan sebuah senyuman.

            "Terus kenapa ibu mau pulang, di sana nanti dengan siapa apa? Bukankah di sini bisa menemani aku. Kita berdua tidak kesepian kan?"

            "Memang, tapi Ibu tetap harus pulang."

            Tum tak bisa membantah lagi. Ia turuti kemauan ibunya. Ia ingat bahwa mencintai tidak harus memiliki dan selalu duduk dekat untuk selalu bisa dilihat. Memberi kebebasan juga sebuah bentuk kecintaan, meskipun itu menambahkan kekecewaan baru bagi Tum. Ia kemas kekecewaannya dalam senyum dan pelukan hangat kepada ibu tercinta. Bagaimanapun kebahagiaan ibu harus menjadi yang nomor satu.

            "Besok saya antar Ibu pulang," bisiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun