Mohon tunggu...
Theresia Sumiyati
Theresia Sumiyati Mohon Tunggu... Guru - https://www.kompasiana.com/theresiasumiyati8117

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak laki-laki. Senang membaca, menulis, dan bermain musik. Hidup terasa lebih indah dengan adanya bacaan, tulisan, dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu Harus Pulang

24 September 2021   13:20 Diperbarui: 24 September 2021   13:22 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tum membuka lembar kusam yang telah menemani sepanjang hidupnya.  Kecewa, ah itu sih biasa. Tum lahir dari kekecewaan. Wanita bernama Min itu masih ingin menikmati kebebasan sebagai seorang gadis. Namun janin kecil muncul tanpa keinginannya. Seorang pria telah membuat perut Min ibu Tum, membuncit sebelum waktunya.

            Saat dilahirkan ia belum bisa melihat dan merasakan betapa pahitnya rasa sebuah kecewa. Ia masih menitipkan rasa itu kepada ibunya. Rasa itu mulai akrab saat Tum memasuki usia sekolah. Memang ia  bangga dengan baju seragam merah putih seperti yang lainnya.     Ada satu keinginan yang tidak pernah ia dapatkan. Ia iri melihat setiap pagi kawan-kawannya diantar oleh kedua orang tuanya. Dipeluk erat, dicium keningnya, masih juga dibekali senyum manis saat masuk gerbang sekolah. Ia kecewa karena tidak pernah mendapatkan hal itu.

            Ibunya hanya menitipkan dirinya kepada tetangga sebelah untuk sampai ke sekolah. Min lebih mementingkan mencari uang untuk sekedar bertahan hidup. Karena lelaki yang harusnya disebut ayah oleh Tum itu tak pernah peduli. Seminggu setelah Tum dilahirkan ia pergi, katanya mencari pekerjaan. Akan tetapi waktu menguburkan semuanya. Ia belum pernah kembali.

            Pada saat menginjak remaja Tum tumbuh menjadi gadis yang cantik. Ia tak kecewa dengan kecantikan yang diwariskan ibunya. Hal itu telah menutup beberapa lubang kekecewaan yang dialami. Ia mantapkan hati dan pikiran bahwa untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

            Angan-angan untuk membawa ibunya pergi dari kemiskinan, memicu dirinya untuk selalu berjuang mengatasi segala masalah yang dihadapi. Beruntung ia tidak termasuk anak-anak yang berlangganan dengan kasus remidi.   Hingga perjalanan sekolahnya lancar bagaikan jalan tol.

            Suatu ketika peristiwa ini terjadi. Seorang pemuda tampan mendekati dia, terpaut oleh kecantikan dan kepandaiannya.

            "Mau jadi pacarku Tum?"

            Pemuda yang miskin kata-kata namun kaya harta ini langsung menembak tanpa basa-basi. Tum tersipu malu. Wajahnya  bersinar seperti baru saja selesai facial. Tum mengangguk, di bawah tatapan pemuda tampan itu. Kedua tangan mereka bertautan, bola mata mereka bertumbukan. Hati mereka pun berdesir, seperti angin pantai yang menyejukkan sekaligus mengkhawatirkan. Untuk beberapa waktu Tum dan pemuda ganteng itu sangat menikmati indahnya dunia. Cinta memang membuat semuanya serba indah dan menyenangkan. Karena cinta bisa menguatkan yang lemah dan menyemangati yang patah.

            Saat cinta makin bersemi peristiwa ini terjadi. Tum mendengar sendiri pemuda ganteng itu adalah anak Pak Soni. Sedangkan Soni adalah laki-laki yang berperan menghadirkan Tum ke  bumi. Hal yang tidak mungkin, ia meneruskan hubungan dirinya dengan pemuda ganteng itu. Betapa pun besarnya cinta itu ia harus menghentikan semuanya. Untuk itu ia harus menerima bahwa dunia tidak indah lagi. Ia seperti kehilangan segalanya.

            "Apakah ini kecewa tingkat dewa?" katanya dalam hati.

            Tum mengurung  diri dalam kamar seperti orang yang sedang isolasi. Ia tuliskan segala luka hati  pada selembar kertas putih. Huruf demi huruf ia tuliskan, kadang berantakan dan kadang teratur rapi. Semua sebagai gambaran suasana hatinya. Saat selembar kertas sudah penuh sementara kata-katanya masih mengalir deras dari hatinya ia mengambil lembaran yang lain. Ia tumpahkan semuanya di kertas itu. Air mata ikut mengalir membasahi pipi halus mulusnya. Saat tangisnya tak tertahan, diremasnya kertas yang telah penuh dengan tulisan itu. Dilemparkan dengan kasar ke kotak sampah di pojok kamar, kemudian ia terkapar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun