Mohon tunggu...
Theresia Sumiyati
Theresia Sumiyati Mohon Tunggu... Guru - https://www.kompasiana.com/theresiasumiyati8117

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak laki-laki. Senang membaca, menulis, dan bermain musik. Hidup terasa lebih indah dengan adanya bacaan, tulisan, dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dia Memanggilku untuk Kembali

17 September 2021   14:56 Diperbarui: 17 September 2021   15:02 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mataku terbuka setelah menikmati tidur nyenyak semalam, kembali menghirup udara segar pemberian Dia yang tak pernah lupa memberi. Aku beranjak dari tempat tidur. Mataku melihat barang-barang yang ada di kamar, masih seperti kemarin sore waktu aku mau tidur. Mataku masih berfungsi dengan baik.

Telingaku mendengar banyak suara: ayam jantan berkokok, ayam betina berkotek, dan anak ayam yang menciap-ciap. Anjing dan kucing pun ikut meramaikan suasana pagi. Begitu juga burung-burung berlomba memberikan kicaunya kepada telingaku. Aku masih bisa mendengar dengan baik.

Kugerakkan tanganku melipat selimut, membereskan sprei dan bantal agar semuanya menjadi rapi kembali. Mereka telah berjasa membuat tubuhku istirahat total. Kini aku bisa mendapatkan kesegaran. Kulangkahkan kaki keluar kamar, menuju tempat-tempat yang biasa kujadikan tempat aktivitas. Aku ternyata masih bisa berjalan dengan baik.

Mata, telinga, tangan, dan kaki masih bisa digunakan dengan baik. Begitu juga dengan organ tubuh yang lain yang ada di bagian dalam, sepertinya masih bisa berfungsi seperti seharusnya. Jantungku masih berdetak, paru-paruku masih bisa mengolah udara yang keluar masuk lewat hidung. Karunia Tuhan yang diberikan setiap hari, namun jarang kusadari. Aku masih diberi kehidupan, dan diijinkan hidup di dunia yang fana ini bersama orang-orang yang ada di sekitarku, yang mendapat karunia yang sama juga dengan diriku.

Lalu aku bertanya dalam diri, untuk apa hidup yang dianugerahkan Tuhan kepadaku?

Sejak bulan Juli, aku berkarya di sebuah desa yang sepi. Tempat terpencil ini jauh dari kota, internet belum sampai ke sana. Aku bergaul dengan anak-anak desa yang "miskin", setelah menunaikan tugas utamaku di TK Harapan Hati.  Keseharian mereka adalah sekolah, bermain, tidur jika hari mulai gelap. Begitu dilakukan setiap hari. Orang tua mereka hidup dari menanam sawit, cabai, pinang, atau karet. Mereka rata-rata tamatan SD, hanya sedikit yang mengenyam pendidikan hingga jenjang SMP atau SMA Sebuah kenyataan jika para orangtua itu mengalami kesulitan dalam mendampingi anak-anak belajar. Kemampuan yang dimiliki serta tuntutan pekerjaan itulah yang menghalangi.

Aku menyediakan sebagian waktuku untuk anak-anak itu. Sore hari setelah mereka pulang  sekolah aku menemani membaca dan menulis, juga berhitung. Pengetahuan dasar yang sebaiknya dimiliki agar mereka bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam.

Keprihatinanku bertambah saat melihat mereka tidak menghargai kebersihan dan tidak tahu mengucapkan terima kasih. Membuang sampah di mana saja mereka berada merupakan hal yang biasa. Mereka juga tak merespon apa-apa saat menerima sesuatu dari orang lain. Hati dan pikiran ini rasanya memberontak, ingin marah kepada mereka. Namun jika itu kulakukan, aku tak ubahnya seperti mereka. Mungkin mereka melakukan itu karena tidak tahu yang seharusnya.

Sedikit demi sedikit aku juga mengajak mereka untuk menjaga kebersihan lingkungan. Memungut sampah terutama bekas kemasan makanan, kemudian mengumpulkan di suatu tempat. Mengingatkan mereka untuk tidak seenaknya membuang sampah.

Aku juga mengajak mereka untuk berterima kasih kepada siapa pun jika menerima sesuatu. Terlebih berterima kasih atas karunia kehidupan dari Tuhan dengan berdoa dan membaca kitab suci.

Memang perlu proses untuk mencapai hal itu. Namun, aku bahagia sekali saat mereka secara otomatis mengucapkan terima kasih, saat mereka tak lagi membuang sampah sembarangan, serta saat mereka mengingatkan bahwa waktu berdoa sudah tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun