"Jika tidak hari ini mungkin minggu depan. Jika tidak minggu ini mungkin bulan depan..." Demikian  sepenggal lirik dari lagu Kita Usahakan Lagi milik Batas Senja, yang menginspirasi saya untuk menggores kisah sederhana ini --- kisah yang terjadi puluhan tahun silam.
Tulisan yang saya tuangkan ini bukan kisah luar biasa, Bukan pula layaknya kisah sukses finansial yang dapat menjadi rujukan. Semua yang tertulis di sini, hanya secuil catatan tentang perjalanan hidup seorang guru desa --- yang berjalan perlahan, tapi tak ingin berhenti melangkah.
Sebut saja ini sebagai kisah receh, yang memiliki sejuta magnet makna tersembunyi. Di dalamnya menyimpan kisah jatuh dan bangkit kembali, tentang perjuangan untuk menyiapkan benih-benih masa depan, meski harus tumbuh di ladang kering dan angin yang tak ingin bersahabat.
Saya memang bukan siapa-siapa, hanya sebutir debu di tepi jalan sunyi tak bersuara. Tapi saya percaya --- bahwa setiap langkah kecil berpeluh yang jatuh tanpa sorak, menyimpan nilai yang tidak dapat ditimbang dengan angka.
Dua puluh tahun silam, di sebuah kampung kecil bernama Desa Batu Putih, terletak di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan --- tepatnya di sebelah barat Kota Baturaja --- saya memulai langkah hidup sebagai seorang guru honorer.
Perjalanan yang tidak mudah, fasilitas terbatas, serta penghasilan pun pas-pasan. Terkadang membuat saya terdiam dan hanya mampu bertanya dalam hati:Â
Bagaimana saya bisa mempersiapkan dana pensiun sejak muda? Sementara penghasilan hanya pas-pasan? Dapat mencukupi kebutuhan satu bulan saja sudah bersyukur!
Dilema --- Sebuah realitas yang tak dapat saya tolak. Inilah hidup: yang tak selamanya berwajah ramah, dan bisa diajak berkompromi. Terkadang hidup tak memberikan pilihan, selain untuk menerima dan bergandengan tangan melangkah bersama meskipun pelan.
Di antara dia sisi hidup yang harus saya jalani: memaksa saya untuk bertahan dengan menerima penghasilan seadanya, sehingga hanya cukup untuk menambal hari dan berharap esok pagi lebih bersahabat.
Baca juga: Usaha Jelang Pensiun Di Balik Secangkir Kopi BapakÂ
Sementara di sisi lain: saya melihat ribuan langkah kaki yang tergesa, berjejer dalam barisan harapan dan menggantungkan nasib pada ruang dan waktu yang tak pernah pasti. Menanti entah sampai kapan pintu-pintu tertutup itu akan terbuka. Â