Perang Ketupat di Tempilang sebagai Warisan Budaya dan Kearifan Lokal Provinsi Bangka Belitung
Sebagai negara multikultural, Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam. Mulai dari kuliner hingga kearifan lokal yang terdapat di seluruh pelosok Nusantara, akan menjadi sebuah warisan budaya yang akan diberikan secara turun temurun.
Dari Sabang hingga Merauke, di setiap daerah akan kita temukan tradisi dan adat istiadat, yang menjadi kearifan lokal dengan keunikannya sendiri, menggambarkan keberagaman mulai dari suku, bahasa, agama, hingga nilai-nilai yang diwariskan secara turun temurun.
Semua keragaman budaya tersebut adalah merupakan kekayaan Nusantara yang sangat tinggi dan luhur, yang tak ternilai harganya, sehingga harus tetap dijaga kelestariannya.
Tempilang, yang merupakan daerah kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, juga memiliki tradisi unik yang dikenal dengan sebutan Perang Ketupat, dapat menjadi bagian dari kekayaan budaya Nusantara.
Membaca kata "Perang" dan kata "Ketupat" sejenak terlintas di benak kita, adalah dua kata yang sangat kontras dan terlihat keunikannya. Mengapa? karena dua kata kontras tersebut ternyata digunakan sebagai nama sebuah tradisi di salah satu daerah yang ada di Indonesia.
Penggunaan kata "perang" sering dipahami sebagai sebuah perkelahian/ pertarungan yang terjadi antara dua atau lebih pihak. sedangkan kata "Ketupat" adalah makanan khas yang terbuat dari beras yang terbalut anyaman daun kelapa muda dan biasanya disajikan pada saat Lebaran. Apa sih sebenarnya Perang Ketupat itu? Mari kita simak sedikit penjelasan berikut ini:
Bagaimana Asal Usul Terjadinya Tradisi Perang Ketupat?
Perang Ketupat adalah merupakan bagian dari tradisi yang ada di kepulauan Bangka sebagai peninggalan leluhur yang masih terus dipertahankan keberadaannya hingga saat ini oleh masyarakat pesisir yang berada di sebelah barat Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tradisi Perang Ketupat ini, menurut kisah dari masyarakat setempat sudah ada sejak ratusan tahun silam yang bermula dari terjadinya letusan Gunung Berapi Krakatau.
Benteng Kota, adalah nama sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tempilang, sebagai daerah pertama kali yang melakukan Perang Ketupat dan dipimpin oleh Dimar atau Akek (kakek) Aren sebagai seorang kepala suku atau dukun kampung, yang berasal dari Desa Pengamun.
Perang Ketupat yang terjadi di Benteng Kota, sangat dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai peninggalan bajak laut atau yang disebut juga sebagai lanon. Namun seiring waktu berjalan, karena alasan berada di pesisir Pantai Pasir Kuning, maka tradisi Perang Ketupat berpindah tempat pelaksanaannya di Desa Air Lintang.